SOLOPOS.COM - Ilustrasi korupsi (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KARANGANYAR — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sebanyak 86 persen koruptor yang berurusan dengan KPK merupakan lulusan perguruan tinggi.

Oleh sebab itu, KPK mengingatkan peran guru sangat penting untuk memberantas korupsi.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Satuan Tugas Pendidikan Dasar, Menengah, dan Pemerintah Daerah KPK, Guntur Kusmeiyano, kepada puluhan guru, kepala sekolah, dan pengawas dalam Sosialisasi Diseminasi Pendidikan Antikorupsi dalam rangka Roadshow Bus KPK 2019 Jelajah Negeri Bangun Antikorupsi di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Karanganyar, Rabu (2/10/2019).

Dia menjelaskan mayoritas pelaku korupsi memiliki latar belakang pendidikan S2. KPK melihat semakin tinggi tingkat pendidikan bukan semakin memberikan contoh teladan tetapi semakin canggih untuk modus korupsi.

“Ini merupakan tamparan bagi dunia pendidikan. Berdasarkan tindak pidana sebanyak 61 persen merupakan penyelenggara negara. Modusnya suap menyuap pengadaan barang dan jasa,” ujar Guntur Kusmeiyano saat menyampikan materi.

Menurut Guntur, korupsi dirumuskan dalam 30 jenis tipikor dan dikelompokkan menjadi tujuh saja, antara lain, merugikan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, dan gratifikasi. Korupsi merampas hak rakyat yang berdampak pada kemiskinan.

“Gratifikasi relatif baru dan masih simpang siur. Posisinya berada di wilayah abu-abu. Dalam aturan tidak boleh menerima sesuatu dengan alasan tertentu. Tetapi tidak saklek karena ada jangka waktu selama 30 hari untuk dilaporkan ke KPK sehingga tindak pidana dapat gugur,” ujarnya.

Guntur menjelaskan adanya perbuatan korupsi disebabkan oleh perilaku (niat) dan kesempatan. Integritas merupakan tolak ukur untuk menilai seseorang dari tindakan korupsi. Lembaga pendidikan memiliki peran penting untuk memberantas korupsi.

“Pendidikan dan kampanye antikorupsi membuat orang tidak mau korupsi. Pembenahan sistem membuat orang tidak bisa korupsi. Dan penindakan membuat orang takut korupsi,” ungkapnya.

Guntur menyayangkan dunia pendidikan di Indonesia belum efektif membentuk karakter anak didik. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah pemberitaan dari media massa yang menayangkan perilaku menyimpang yang dilakukan siswa maupun tenaga pengajar.

“Kami telah membuat nota kesepahaman [MoU] bersama empat kementerian. Disepakati pendidikan antikorupsi masuk kurikulum 2019 di semua jenjang pendidikan,” ungkapnya.

Dia menjelaskan Jumat pekan lalu bupati dan wali kota se-Jawa Tengah sepakat menerapkan pendidikan antikorupsi di sekolah-sekolah.

“Pendidikan antikorupsi merupakan program yang sifatnya jangka panjang. Guru sebagai lokomotif penggerak perubahan. Guru sebagai pejuang peradaban. KPK menyediakan media pembelajaran dan guru yang mengimplementasikan,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Disdikbud Karanganyar, Tarsa, mengajak semua peserta bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai peran masing-masing. Dunia pendidikan dibangun menjadi komunitas dengan baik mulai dari anak didik.

“Guru punya peran penting untuk mendidik generasi penerus,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya