SOLOPOS.COM - Salah satu sumur yang berfungsi untuk rongga udara terowongan saluran irigasi dari Rowo Jombor, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat yang menembus bukit bernama Gunung Pegat. Foto diambil Jumat (17/9/2021). (Taufik Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN—Rawa Jombor, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten sudah ada sejak era kolonial Belanda.

Sebelum dikenal sebagai waduk, kawasan Rawa Jombor merupakan perkampungan serta sawah di tanah rendah yang lebar dikelilingi pegunungan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Lantaran lokasinya berupa tanah rendah, perkampungan itu kerap terendam terlebih ketika musim hujan tiba.

Terhalang Bukit

Kondisi itu membuat warga yang tinggal di kawasan tersebut pindah ke perkampungan di sekitarnya.

Oleh pemerintah kolonial Belanda, air di tanah rendah yang kini menjadi Rawa Jombor tersebut dimanfaatkan untuk irigasi lahan-lahan yang ditanami tebu pabrik gula Manisharjo di Kecamatan Pedan.

Baca Juga: Masih Ada 1 Kasus Positif, Satgas Covid-19 Juwiring Klaten Belum Izinkan Pemancingan Buka

Namun air tak bisa disalurkan lantaran terhalang bukit. Pemerintah kolonial memulai proyek pembangunan terowongan menembus perbukitan yang dikenal dengan nama Gunung Pegat.

“Itu mau digunakan untuk irigasi tidak bisa karena ada gunung. Kemudian Belanda mengadakan rapat untuk menerobos bikin terowongan. Tiga tahun harus klir,” kata Kadarjo, 81, salah satu warga Desa Krakitan, saat ditemui Solopos.com belum lama ini.

Tembus Bukit

Proses pembangunan diperkirakan selesai pada 1924. Panjang terowongan itu sekitar 1,5 km menembus perut bukit di tiga desa yakni Desa Krakitan, Desa Krikilan, serta Desa Jotangan, Kecamatan Bayat.

Setelah proyek pembangunan rampung, air dari Rawa Jombor bisa dialirkan ke berbagai wilayah seperti di Kecamatan Pedan dan Cawas.

“Untuk membangun dengan diledakkan menggunakan dinamit. Dulu ada lori untuk mengeluarkan batu-batu dari dalam terowongan,” kata Kadarjo.

Baca Juga: Petugas DLHK dan Polisi Klaten Cek Air Saluran Irigasi yang Berubah Merah, Hasilnya?

Di antara terowongan menembus Gunung Pegat, ada rongga udara yang disebut sumur oleh warga setempat.

Sebutan itu diberikan tak lain lantaran bentuk rongga udara berupa sumur raksasa dengan mulut sumur ada yang berbentuk lingkaran ada pula yang berbentuk kotak.

Salah satu sumur berada di Desa Jotangan dengan diameter sekitar 10 meter dan kedalaman diperkirakan mencapai 15 meter hingga mencapai saluran air di dasarnya.

Meski sudah berumur sekitar seabad, terowongan itu masih kokoh dan berfungsi untuk mengalirkan air dari Rawa Jombor.

Rongga Udara

Begitu pula dengan sumur yang menjadi rongga udara. Bangunan sumur masih utuh seperti sumur di Desa Jotangan yang berbentuk lingkaran dengan bangunan tembok tersusun berundak.

Kadarjo menceritakan dulu warga kerap menyusuri terowongan itu tak terkecuali Kadarjo untuk mencari ikan.

Lokasi itu juga kerap digunakan latihan para calon anggota TNI. Lantaran pengalamannya menyusuri terowongan tersebut, Kadarjo pernah ditunjuk menjadi pemandu untuk masuk terowongan melalui sumur.

Gas Beracun

Namun, kini tak ada warga yang berani memasuki terowongan tersebut.

Hal ini lantaran dari dalam terowongan disebut-sebut kerap mengeluarkan gas beracun serta pernah ada yang meninggal dunia di dalam terowongan.

Warga Krakitan lainnya, Parno, 50, juga mengatakan warga kerap mencari ikan di dalam terowongan itu.

Namun, kini tak ada warga yang keluar-masuk terowongan. “Sekarang kondisi akses untuk masuk terowongan juga sudah tertutup lumpur,” kata Parno.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya