SOLOPOS.COM - Koordinator Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Siane Indriani (kanan), berbincang dengan Suwarti, 50, ibunda tersangka kasus terorisme, Ibadurrahman, 20, di rumahnya di bilangan Kampung Mojo, Semanggi, Pasar Kliwon, Minggu (16/8/2015). (Chrisna Chanis Cara/JIBI/Solopos)

Terorisme di Solo, Komnas HAM mengunjungi rumah terduga teroris di Mojo, Semanggi.

Solopos.com, SOLO–Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk tim pencari fakta (TPF) guna mendalami kasus terorisme yang menjerat tiga warga Semanggi, Pasar Kliwon, Solo. Hal itu menyusul adanya dugaan pelanggaran prosedur dan penggunaan kekerasan dalam proses penggeledahan dan penangkapan oleh Densus 88.

Promosi 796.000 Agen BRILink Siap Layani Kebutuhan Perbankan Nasabah saat Libur Lebaran

Pantauan Solopos.com, Minggu (16/8/2015), Koordinator Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Siane Indriani, mendatangi ketiga rumah tersangka yakni Ibadurrahman (Ibad), 20, warga Kampung Mojo; Sugiyanto, 35, warga Kampung Mojo; dan Yus Karman, 38, warga Kampung Losari.

Menurut Siane, hasil klarifikasi sementara pada keluarga tersangka menunjukkan indikasi pelanggaran prosedur dan tindak kekerasan yang berlebihan dalam penangkapan dan penggeledahan oleh Densus.

“Kami belum membuat kesimpulan final. Namun pihak keluarga mengeluhkan tindakan Densus yang cenderung menebar teror sehingga mereka mengalami trauma mental. Satu lagi catatan yakni tidak ada surat penangkapan saat proses berlangsung,” ujar dia saat ditemui wartawan di rumah Ibad.

Siane mencontohkan sikap arogan personal Densus saat ingin mengamankan serbuk putih yang ternyata hanya susu bubuk. Densus juga menodongkan senjata pada keluarga Ibad saat penggeledahan. Sebelumnya keluarga tersangka sempat mengamuk karena menilai petugas masuk rumah tanpa izin. Sementara itu, Ira Juwita, 26, rekan istri Sugiyanto yang kebetulan bertandang ke rumah terjengkang bersama kedua anaknya saat didorong petugas dengan pintu mobil.

“Kami akan membentuk tim pencari fakta untuk menghimpun setiap kronologis kejadian. Komnas HAM tidak bekerja sendiri, MUI [Majelis Ulama Indonesia] dan Muhammadiyah siap bergabung,” ucap Siane.

Pihaknya mengatakan hasil sinkronisasi laporan menjadi bahan rekomendasi yang akan disampaikan pada Presiden Joko Widodo. Menurut Siane, langkah tersebut dilakukan agar aparat tak mengulangi pelanggaran HAM yang acapkali ditemui dalam kasus terorisme.

“Kami hanya ingin memastikan proses berjalan sebagaimana mestinya.”

Ayah Ibad, Darsono, 58, mengatakan surat penangkapan Ibad baru disampaikan pada keluarga, Jumat (14/8/2015) atau dua hari setelah proses berlangsung. Hingga kini ia belum mengetahui kondisi buah hatinya. “Sejak awal sampai sekarang saya tidak tahu posisi [Ibad] dimana, saya tidak tahu,” ujarnya lirih.

Prihati, 36, saudara Sugianto, menyebut tindakan Densus cenderung intimidatif. Dia mengatakan petugas acapkali menunjuk-nunjukkan senjata saat proses penggeledahan. Aparat juga mengambil barang yang dinilai tidak terkait barang bukti (BB) seperti susu bubuk, madu dan habbatussauda (jinten hitam).

“Barang itu diambil begitu saja tanpa surat penyitaan,” ujar Endro Sudarsono, perwakilan keluarga yang juga Pejabat Humas Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS).

Ketua LUIS, Edi Lukito, bakal terus mengawal proses peradilan yang melibatkan tiga tersangka kasus terorisme. Menurutnya banyak hal yang patut dikritisi dalam prosedur penangkapan maupun penggeledahan oleh Densus. Dia menilai Densus cenderung bertindak frontal dan mengarah ke kekerasan saat menghadapi tersangka teroris.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya