SOLOPOS.COM - Syafii Maarif (JIBI/Solopos/Antara)

Terorisme Bantul diharapkan dapat diwaspadai.

Harianjogja.com, BANTUL — Tokoh Agama Muhammadiyah, Prof.Buya Syafii Maarif pada Kamis (28/7/2016) menjelaskan terorisme semakin berkembang karena adanya dua hal, adanya pemikiran tentang teologi maut dan adanya kesenjangan sosial.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Teologi maut dapat digambarkan lewat semakin berkembangnya kelompok terorisme dengan pemikiran radikalisme. Mereka berpikir lebih baik mati karena hidup tidak ada harapan. Pemikiran ini merupakan akibat dari kondisi masyarakat yang tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Selain itu kerapuhan yang dialami Indonesia saat ini, banyaknya kesenjangan sosial.

“Coba perhatikan kondisi sosial ekonomi di Indonesia saat ini. Jika perekonomian Indonesia melemah akan memacu para kelompok terorisme untuk melawan pemerintahan,” ungkapnya.

Sementara itu, Deputi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir dalam kesempatan yang sama mengatakan, para terorisme dalam melakukan aksi-aksinya juga memanfaatkan dunia maya untuk mendapatkan anggota dan berkegiatan. Isi website diselingi tulisan-tulisan yang mengacu pada konten-konten radikal.

“Apalagi saat ini masyarakat yang ingin tahu tentang agama mereka lebih memilih untuk mencari via internet tanpa konfirmasi ulang kepada ulama yang paham agama. Kondisi inilah yang digunakan oleh kaum radikal guna merekrut anggota,” tuturnya.

Menurut dia, dalam dunia maya generasi muda menjadi kelompok yang paling rentan. Kelompok terorisme mengincar generasi muda melalui pemanfaatan media sosial.

“Terorisme seakan tidak pernah mati, dinamika terorisme di Indonesia selalu mengalami perubahan pola yang dinamis baik dalam bentuk modus, pola propaganda, rekruitmen maupun jaringannya. Hal yang paling berbahaya yaitu paham dan ideologinya yang mampu mengubah pandangan dan pola pikir masyarakat, dab itu dilakukan melalui website sosial media yang saat ini telah ada ribuan website hasil pola pikir radikal,” ungkap dia.

Tiga Aspek Pemikiran Radikal

Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menjelaskan, terdapat tiga aspek dari pemikir radikal. Pertama, kecenderungan pemahaman agama yang terbuka. Penafsiran agama yang hanya dari pemahaman sempit dari teks-teks agama. Kedua, adanya pengaruh lingkungan, serta munculnya mimpi-mimpi untuk membersihkan kerusakan moral lingkungan dengan pemurnian akidah.

Aksi terorisme telah menjadi sebuah fenomena global yang termasuk kedalam kategori kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Secara sederhana, terorisme merupakan suatu bentuk perilaku atau tindakan yang menimbulkan ketakutan masyarakat demi tujuan tertentu dengan cara yang tidak dibenarkan ajaran Islam.

“Muhammadiyah menolak tegas aksi-aksi terorisme karena mereka menyasar kepada orang-orang yang tidak berdosa,” imbuh dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya