SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

SOLO – Arah aksi terorisme yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun ini berubah. Sebelum tahun 1999 aksi terorisme mengarah kepada masalah yang berkaitan dengan keagamaan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Namun pada tahun 1999-2011 lalu arahnya berubah yakni mengarah pada aparat keamanan, tempat ibadah, kantor pemerintahan dan sebagainya,” ujar Direktur Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Eko Satrio Agus Permadi, Sabtu (26/5/2012).

Dijelaskan Eko, perubahan arah aksi itu terjadi karena ada perasaan kekecewaan dan ketidakadilan yang dirasakan pelaku terorisme pada pemerintah, sehingga memunculkan aksi ekstrem dari pelaku ke tempat-tempat yang dianggap memunculkan ketidakadilan tersebut.

Eko menambahkan dengan adanya aksi-aksi terorisme itu, BNPT telah merangkum beberapa tipe aksi radikal yang terjadi di Indonesia. Tipe itu, jelas Eko, antara lain radikal gagasan, radikal milisi, radikal separatis, radikal keyakinan kebenaran beragama dan radikal terorisme. “Radikal milisi ini lebih mengarah pada komunal atau kelompok masyarakat. Sementara, tipe radikal terorisme ini yang perlu mendapat penanganan serius dari semua pihak,” papar dia.

Dengan kondisi itu, tambah Eko, pihak BNPT telah merancang sejumlah kebijakan dalam upaya preventif terjadinya tindak terorisme. Salah satunya dengan membuat training of trainer (ToT) dari beberapa tokoh masyarakat, tokoh pemuda, pendidik dan sejumlah relawan, yang bertugas untuk mencegah adanya aksi terorisme di masyarakat.

“Tahun 2011 lalu di Indonesia ada 247 orang kader ToT yang siap untuk memberikan penjelasan sebagai upaya menangkal aksi terorisme. Sedangkan tahun ini kami lebih menyasar ke sekolah-sekolah, karena adanya kecenderungan siswa bergabung dalam gerakan seperti DI/TII dan sebagainya,” paparnya.

Selain itu, BNPT juga berencana membangun pusat deradikalisasi di Sentul Bogor yang berdiri satu kompleks dengan pusat latihan penanggulangan terorisme. Upaya itu, jelas Eko, sebagai upaya untuk mencegah aksi terorisme terulang, setelah pelaku menjalani masa hukuman penjara. “Diakuinya, belum ada penanganan setelah menjalani hukuman pidana bagi para pelaku terorisme. Sehingga proses deradikalisasi bisa berjalan baik,” pungkas Eko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya