Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
“Opini dan persepsi masyarakat boleh saja, silakan. Tapi tak boleh kita besar-besarkan,” katanya kepada wartawan di sela Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Melalui Metode Outbond Kalangan Mahasiswa di Semarang, Senin (3/9/2012). Ahmad menanggapi pernyataan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, bahwa ada tiga kejanggalan dalam penyergapan terhadap teduga teroris oleh Detasemen Khusus (Densus) Anti Teror pada Jumat (31/8/2012).
MPR sebagai lembaga Negara, lanjut dia, tak mau berspekulasi tentang opini tersebut. “Kita percayakan kepada aparat kepolisian dan Densus Anti Teror,” tandasnya. Kalau memang terjadi pelanggaran, sambung Ahmad, tentunya akan dimintakan pertanggungjawaban oleh pihak komandan, serta pihak berwenang yang lain. “Setiap tindakan tentunya akan dimintai pertanggungjawaban baik oleh komandan dan pihak berwenang lain,” ujarnya.
Menurut Ahmad, terjadinya aksi terorisme di Solo, karena lemahnya pemahanan terhadap empat pilar bangsa yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika. Sehingga pelaku yang masih muda, berusia 19 tahun cenderung kurang dapat memahami cara berbangsa dan bernegara. Akibatnya, mereka mengikuti ideologi lain yang tak bisa menghargai perbedaan dan tak dapat memahami kebersamaan. “Terorisme ini karena ketidakmampuan memahami empat pilar bangsa,” ujar dia.
Untuk itu, lanjut dia, MPR berupaya menghidupkan kembali pemahaman empat pilar bangsa kepada generasi muda.
“Empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara ini menjadi landasan untuk membangun bangsa yang adil dan sejahtera,” katanya. Dia berharap, generasi muda penerus bangsa dapat turut serta membangun karakter bangsa melalui pengenalan, pemahaman, dan menyebarluaskan empat pilar bangsa.