SOLOPOS.COM - Kaur Keuangan Desa Jetis Karangpung, Kecamatan Kalijambe, Nanang Kosim. (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SRAGEN — Persatuan Perangkat Desa (Praja) Kabupaten Sragen bersikeras untuk tetap bisa mengelola tanah bengkok. Oleh karenanya, mereka sekuat tenaga menentang Peraturan Bupati (Perbup)Sragen No. 76/2017 tentang Pengelolaan Aset Desa. Pasalnya, Perbup itu mengatur bahwa tanah bengkok wajib dilelang pengadaannya.

Selaku pelaksana lelang, perangkat desa tentu tidak boleh menjadi peserta lelang. Ini yang diprotes. Ujung dari persoalan ini tentunya adalah kekhawatiran akan berkurangnya pendapatan yang perangkat desa (Perdes) dapat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selama ini, perdes mendapatkan tunjangan dari hasil panen menggarap tanah kas desa atau dari pendapatan sewa tanah kas desa yang menjadi haknya. Nilai bisa berbeda-beda antarperdes. Ini dipengaruhi kemampuan keuangan desa, pengelolaan tanah kas desa digarap sendiri atau disewakan, dan kondisi musim tanam.

Baca Juga: Praja Minta Audiensi dengan DPRD dan Pemkab Sragen Soal Tanah Kas Desa

Kaur Perencanaan Desa Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Warsono, 48, mengaku memperoleh penghasilan tetap (siltap) serta tunjangan dengan mengelola tanah kas desa sekitar 7.500 meter persegi. Adapun sawah di Desa Kalimacan memiliki tiga musim tanam.  Dia mengkalkulasi pendapatan kotornya Rp4,5 juta/2.000 meter persegi tiap panen.

“Pilih digarap sendiri bisa tambahan penghasilan. Kalau disewakan pasarannya lebih sedikit. Intinya ingin menambah penghasilan [dengan menggarap bengkok],” kata dia yang sudah mengabdi sejak 2008.

Sementara itu Kaur Keuangan Desa Jetis Karangpung, Kecamatan Kalijambe, Nanang Kosim, 47, mendapatkan tunjangan dari bengkok seluas 7.000 meter persegi.

Baca Juga: Para Kades dan Perdes Sragen Berkumpul Kaji Perbup, Ini Hasilnya

Perangkat desa yang bertugas sejak 2008 tersebut menjelaskan kadang menggarap bengkok dan kadang menyewakan bengkok. Dia biasanya mendapatkan hingga Rp7 juta/tahun dari pendapatan sewa.

“Banyak warga dari petani yang berminat dan saya enggak mampu menggarap sendiri,” kata dia.

Dia menjelaskan menggarap sawah ada potensi rugi karena semua prosesnya dilakukan orang lain/membayar biaya untuk semua proses bertani. Biaya produksi tidak sebanding dengan pendapatan dari penjualan hasil panen. Selain itu, keputusan menyewakan bengkok karena kebutuhan yang mendesak.

Ketentuan Siltap

Berdasarkan Perbup No.47/2019 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa Lainnya di Sragen, nilai hasil pengelolaan tanah kas desa untuk kepala desa setara dengan nilai hasil pengelolaan tanah kas desa seluas maksimal 4 hektare.

Baca Juga: Forum Kades Sragen Gandeng Praktisi Kaji Perbup Pengelolaan Aset Desa

Sekretaris desa setara dengan nilai hasil pengelolaan tanah kas desa seluas maksimal 2 hektare. Kebayan setara dengan nilai hasil pengelolaan tanah kas desa seluas maksimal 1,5 hektare.

Kepala urusan dan kepala seksi setara dengan nilai hasil pengelolaan tanah kas desa seluas maksimal 1 hektare. Sementara staf setara dengan nilai hasil pengelolaan tanah kas desa seluas maksimal 0,5 hektare.

Sedangkan besaran siltap kepala desa paling sedikit Rp2.426.640 setara 120 % dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan ruang II/a. Siltap sekretaris desa paling sedikit Rp2.224.420 setara 110 % dari gaji pokok PNS golongan ruang Il/a.

Baca Juga: Gugat SK Pengangkatan di PTUN, Sekdes Jambanan Sragen Dapat Dukungan

Siltap perangkat desa lainnya paling sedikit Rp2.022.200,00 setara 100 % dari gaji pokok PNS golongan ruang II/a. Siltap diberikan setiap bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya