SOLOPOS.COM - Seminar bertema Minyak Goreng Bekas Ditinjau Dari Pemakaian dan Dampaknya, Terhadap Kesehatan dan Lingkungan, di Balaikota pada Sabtu (23/8/2014). Dalam seminar ini disampaikan minyak jelantah berpotensi diolah menjadi biodiesel, sebagai bahan bakar bus (JIBI/Harian Jogja/Uli Febriarni)

Harianjogja.com, JOGJA-Dengan teknik pengolahan khusus, minyak jelantah dapat diolah menjadi bio diesel. Limbah yang telah diolah ini dapat digunakan sebagai bahan bakar bus. Bagaimana hal tersebut dapat dilakukan?

Dari segi kesehatan, penggunaan minyak jelantah berdampak buruk bagi tubuh. Penggunaan jelantah berkepanjangan dapat berdampak pada penyumbatan aliran darah dalam tubuh. Bila sampai ke otak, penyumbatan ini mengakibatkan stroke, sedangkan saat terjadi di jantung, pasien alami serangan jantung

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Sekarang ini kami harapkan bagi rumah tangga untuk menggunakan minyak goreng maksimal dua kali pakai. Gunakan sedikit saja saat menggoreng, sehingga sekali pakai langsung habis,” ujar Citraningsih Yuniarti, Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jogja, Sabtu (23/8/2014).

Meski jelantah memiliki efek buruk pada tubuh, jelantah sebenarnya dapat digunakan kembali sebagai bahan bakar biodiesel. Berawal dari sebuah call of proposal yang diajukan pada Agustus 2013, mereka melakukan salah satu langkah untuk mengupayakan transportasi bersih di Indonesia, diawali dengan Kota Jogja. Hingga pada Maret 2014, implementasi dilaksanakan.

Saat ini, para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Malioboro, telah diajak untuk mengumpulkan jelantah yang mereka gunakan. Kemudian disetor ke PALUMA, dengan timbal balik kompensasi.

“Rp1.500 per liter, namun minyak yang kami terima, adalah minyak siap olah. Tidak ada lagi sisa-sisa penggorengan, diharapkan minyak sudah disaring,” tutur Heniasih, Direktur PALUMA.

Minyak jelantah yang disetor ini, tetap dinilai dengan standar kualitas. Semakin baik kualitasnya, semakin mahal harganya. Dalam program ini, PALUMA mengakui bahwa mereka tak bekerja sendirian, melainkan juga dengan dukungan serta bantuan United States Agency International Development (USAID), Indonesian Clean Energy Development (ICED), Dinkes Kota Jogja, Koperasi Serba Usaha (KSU) Ngandel, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, juga pihak lainnya.

Dari uji pada mesin statis, penggunaan bio diesel dari jelantah ini, aman bagi mesin, tidak memengaruhi kinerja mesin. Nantinya, sekitar pertengahan September 2014, penggunaan olahan jelantah sebanyak 10 %, dicampur dengan solar 90 %, akan diuji coba pada satu bus trayek Jogja tujuan Kaliurang. Dalam persentase 10 %- 50 %, campuran jelantah dan solar, terbukti aman bagi mesin. Bahkan dari uji emisipun, menunjukkan hasil yang bagus.

“Kalau dari satu bus ternyata hasilnya baik, maka akan dilanjutkan dengan sepuluh sampel bus, menggunakan bahan bakar campuran jelantah dan solar ini,” kata Heni.

Jelantah ini belum bisa digunakan 100 % sebagai bahan bakar, dengan pertimbangan, perlunya memodifikasi dan merekondisi mesin.

“Tapi kami optimis, karena misi kami adalah pengurangan emisi gas buang kendaraan. Apalagi, saat ini, muncul banyak keluhan atas asap Trans Jogja yang hitam pekat dan mengotori udara,” jelas Heniasih, menutup obrolan, di sela seminar bertema Minyak Goreng Bekas Ditinjau Dari Pemakaian dan Dampaknya, Terhadap Kesehatan dan Lingkungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya