Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024
Salah satu warga sekitar Pasar Winong, Suwarni, mengatakan setelah direnovasi pasar tersebut justru mulai sepi pengunjung. Hal itu terjadi sekitar sejak sekitar sepuluh tahun lalu. Tak banyak pembeli yang datang, pasar yang dulunya ramai makin lama makin ditinggal pedagang dan pembeli. Melihat pasar yang mangkrak, warga sekitar pun memanfaatkannya sebagai tempat jemuran atau kandang ayam.
Bahkan, saat musim panen tiba, pasar yang mulai berdiri sekitar tahun 60-an itu sering digunakan sebagai tempat menjemur padi. Wargapun mengaku santai saja saat memanfaatkan salah satu lahan pemerintah tersebut. Pasalnya, selama ini tak pernah ada teguran baik lisan ataupun tertulis dari pemerintah setempat mengenai pemanfaatan lahan itu. “Ya enggak ada yang menggunakan, jadi kami manfaatkan saja. Toh juga mangkrak daripada nganggur,” tegasnya.
Meski lama mati suri, masih ada juga beberapa pedagang yang setia berjualan di pasar itu. Mereka berjualan setiap hari pasaran yaitu Wage dan Legi. Pedagang yang berjualan di pasar tersebut memang tak terlalu banyak, kurang dari sepuluh orang. Sebanyak tiga orang berjualan bahan makanan di kios maisng-masing. Sisanya berjualan sayuran atau makanan jadi di depan pasar.
Menurut salah satu pedagang kios, Dayat, meski pasar tersebut tak beroperasi sejak beberapa tahun lalu, ia dan beberapa pedagang lainnya masih sering dimintai karcis. Setiap kali berjualan pada hari pasaran legi dan wage, ia wajib membayar karcis sebesar Rp2.000 dan sekitar Rp50.000 per tahun untuk sewa kios. “Ya tetep membayar, tukang karcisnya biasa datang siang-siang begitu,” ucapnya,