SOLOPOS.COM - Warga melintas di timbunan tanah longsor di ujung jembatan Plumbon Hargosari, Tirtomoyo, Wonogiri, Kamis (25/1/2018) pagi. (Istimewa/BPBD Wonogiri)

Tanah longsor mendominasi bencana di Wonogiri pada awal 2018 ini.

Solopos.com, WONOGIRI — Tanah longsor mendominasi peristiwa bencana alam yang terjadi di Wonogiri sejak Januari hingga pertengahan Februari ini. Bencana ini masih berpotensi mengancam karena hujan intensitas sedang sampai tinggi diperkirakan akan terus terjadi hingga April mendatang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Informasi yang dihimpun Solopos.com dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wonogiri, Senin (12/2/2018), sejak awal tahun ini Wonogiri dinyatakan sebagai daerah dengan pergerakan tanah tergolong tinggi. Berdasar perkiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Wonogiri diperkirakan akan terus hujan selama Februari ini dengan curah hujan 401 mm-500 mm.

Hujan diprediksi masih mengguyur, tetapi dengan intensitas lebih rendah, yakni 300 mm-400 mm. Pada April, hujan di Wonogiri bagian selatan diperkirakan masih terjadi dengan curah hujan di atas normal. Curah hujan normal tercatat 85 persen-115 persen.

Baca:

Kepala Pelaksana Harian BPBD Wonogiri, Bambang Haryanto, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Senin, mengatakan potensi bencana di Wonogiri sekarang ini masih tinggi. Terlebih, ada sejumlah wilayah permukiman di perbukitan terdeteksi sangat rawan longsor menyusul diketahuinya adanya gerakan tanah.

Bahkan, tanah bergerak itu sudah merusak sejumlah rumah warga dan mengancam puluhan rumah lainnya. Wilayah tersebut seperti di Purwantoro, Kismantoro, dan Karangtengah. Jika terjadi hujan potensi longsor menjadi lebih besar.

Atas hal itu dia mengimbau warga, terutama yang bermukim di wilayah rawan bencana, selalu waspada dan siaga. Jika terjadi hujan lebat dan lama warga di wilayah rawan longsor lebih baik mengungsi.

Tanah yang sudah retak apabila kemasukan air dalam jumlah besar sangat berpotensi longsor. Tanah yang bercampur air akan menjadi lembek sehingga ikatan tanah tak kuat lagi. Banyaknya pohon yang tak bisa mengikat tanah, seperti rumpun bambu, membuat beban tanah kian berat. Akibatnya sewaktu-waktu tanah bisa longsor.

“Yang perlu diwaspadai juga hujan disertai angin puting beliung. Kejadian pohon tumbang menimpa rumah hingga Februari ini sudah banyak. Lebih baik dahan-dahan pohon besar yang tumbuh dekat rumah dipangkas saja,” kata Bambang.

Data BPBD menyebutkan bencana di Wonogiri sejak Januari hingga 11 Februari lalu didominasi tanah longsor, termasuk gejala tanah longsor. Bencana tersebut tercatat terjadi di 15 tempat di Bulukerto, Kismantoro, Purwantoro, Tirtomoyo, Karangtengah, Slogohimo, dan Jatiroto.

Kejadian terbanyak kedua angin topan atau puting beliung. Peristiwa tersebut terjadi di 13 tempat di Kismantoro, Giriwoyo, Pracimantoro, Jatiroto, Eromoko, Selogiri, Wonogiri, dan Wuryantoro. Bencana lain yang terjadi adalah banjir. Pracimantoro dan Giriwoyo merupakan wilayah yang dilanda banjir.

Kepala Desa (Kades) Temboro, Sriyanto, menginformasikan delapan unit rumah di Dusun Belang dan Joso terancam longsor. Permukiman di Belang terdapat lereng. Satu rumah rusak berat akibat tanah tempat rumah tersebut berdiri bergerak turun.

Dua unit rumah lainnya terancam terdampak. Tiga rumah itu dihuni belasan orang yang sekarang sudah mengungsi.

“Kalau di Joso yang terancam terkena longsor lima unit rumah. Tebing tinggi sampai 20-an meter. Saya sudah melaporkan kepada pihak terkait agar lokasi diteliti untuk memastikan wilayah itu aman atau tidak,” kata Kades.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya