SOLOPOS.COM - Surati, 80, memproduksi tenun di RT 002 RW 001, Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Sragen. Foto diambil belum lama ini. (Istimewa/Wakimin)

Solopos.com, SRAGEN—Tenun Kluwung yang merupakan warisan leluhur Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Sragen, terancam punah. Berbagai tantangan menjadi kendala dalam melestarikan tenun ala Desa Ngebung.

Surati, 80, merupakan satu-satunya warga setempat yang masih aktif memproduksi tenun untuk mencukupi kebutuhan warga serta para turis. Dia memakai peralatan tradisional dalam memproduksi tenun.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Alat yang digunakan Surati berupa calag dari bambu serta suri. Kondisi suri rusak ketika Solopos.com mengunjungi rumah Surati di RT 002 RW 001, Desa Ngebung, Minggu (6/3/2022).

Baca Juga: Tenun Kluwung Khas Desa Ngebung Sragen yang Syarat Tradisi

Suri bentuknya seperti penggaris  kayu/sisir satu meter untuk mengatur benang. Suri milik Surati tersebut sudah puluhan tahun dan aus. Belum ditemukan alat pengganti dari warisan leluhur tersebut.

Selain itu, benang lawe yang digunakan untuk merajut tenun langka. Harga benang berkisar Rp60.000 sampai Rp80.000 per gulung. Padahal satu gulung benang lawe hanya cukup untuk membuat satu produk.

Selain itu, harga benang tersebut setara harga tenun karya Surati yang dijual kepada warga setempat. Dia menjual separuh harga kepada para tetangga dari harga tenun bagi turis. Kendala tersebut membuat Surati tidak memproduksi tenun selama tiga bulan terakhir.

Baca Juga: Desa Wisata Selo Karang Sragen Hadirkan Menu Tradisional yang Unik

Surati biasanya memproduksi satu produk tenun selama tiga sampai empat hari dengan durasi enam jam per hari. Dia duduk di emperan rumah dengan selonjor.  Butuh waktu lama untuk menenun sehingga perlu persiapan. Misalkan ke toilet supaya bisa duduk dengan durasi lama.

Selain itu, butuh kejelian serta tidak boleh ada benang yang putus. Konsekuensi benang yang putus harus diulang lagi sejak proses awal.

Surati mengatakan awal mula belajar menenun dari ibunya yang menjadikan tenun sebagai penghasil tambahan dari bertani. Sejak kecil dia mulai memproduksi tenun.

Baca Juga: 4 Desa di Kawasan Sangiran Sragen Sepakat Kerja Sama Kembangkan Potensi

Ndang ngarit kono, enggak aku mau belajar  menenun,” kata dia menirukan percakapan dengan ibunya.

“Saya masih bertahan sampai sekarang karena warga masih memesan tenun,” tambahnya.

Menurut dia, ada lima perempuan yang memproduksi tenun di dukuhnya namun kebanyakan sudah tutup usia. Belum ada penerus sebab proses memproduksi panjang dan rumit.

Baca Juga: Kisah Pangeran Samudro Berjalan Doyong di Asale Desa Doyong Sragen

Pegiat Budaya Desa Ngebung, Joni Susanto, 32, menjelaskan karangtaruna didukung pemerintah pernah mengadakan pelatihan bagi generasi muda untuk belajar menenun. Namun hanya satu pemuda yang tertarik teknik dasar. Itupun belum berhasil.

“Proses menenun seperti ini sulitnya minta ampun. Enggak seperti proses menjahit yang cepat,” kata Joni.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya