SOLOPOS.COM - Ilustrasi ibu hamil (Dailymail.co.uk)

Tentang Islam diasuh oleh H. Muhammad Amir, S.H., C.N., Ketua Majelis Pembina Yayasan Pendidikan Islam Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo. Tentang Islam juga dimuat di subrubrik Ustaz Menjawab Khazanah Keluarga Harian Umum Solopos, setiap Jumat.

Solopos.com, SOLO — Rumah tangga sepasang suami istri di Ngawi sedang menghadapi prahara. Sang istri yang tengah hamil lima bulan mengguga cerai suaminya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Faktor yang membuat sang istri ingin bercerai karena menganggap suaminya tak melakukan hal-hal yang mempermalukan keluarga. Sang suami mabuk, berjudi, dan mulai meninggalkan salat.

Bagaimana pandangan Islam mengenai permasalahan tersebut? Simak jawabannya kali ini, sebagaimana pernah dimuat di Harian Umum Solopos, Jumat (16/10/2015) lalu.

Pertanyaan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pak Ustaz, saya bernama Sriyati (samaran), punya suami bernama Edi (samaran), baru berumah tangga dua tahun dan sedang hamil lima bulan. Karena kelakuan sang suami sangat memalukan di mata masyarakat, yaitu mabuk, minum-minuman keras, tertangkap melakukan judi pada malam 17 Agustus 2015 yang lalu, dan akhir-akhir ini sering meninggalkan salat. Saya dan kedua orangtua saya setuju untuk melakukan gugat cerai ke pengadilan agama.

Pertanyaan saya Pak Ustaz:

1. Bolehkah saya mengajukan gugat cerai, padahal saya sedang hamil lima bulan?

2. Menurut hukum Islam, apa saja hak kewajiban saya sebagai istri yang melakukan gugat cerai?

Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Sriyati, Kedung Galar, Ngawi]

Ustaz Menjawab

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Saudari Sriyati yang dirahmati Allah. Perlu saudari ketahui bahwa perpisahan antara suami dengan istri, bisa terjadi dalam tiga bentuk; yaitu talak (perceraian terjadi dari kehendak si suami), khuluk (gugat cerai yang diajukan oleh pihak istri), dan kematian.

Dalam perspektif fiqih formal, istri yang dalam keadaan hamil, boleh melakukan gugat cerai asal mempunyai alasan yang dibenarkan syara’ (ajaran Islam), istri yang merasa sudah tidak lagi memperoleh haknya atau mendapat perlakuan yang tidak senonoh dari suaminya, maka boleh melakukan gugat cerai ke pengadilan agama.

Akan tetapi dalam perspektif fiqih moral dan psikologis wanita hamil semestinya tidak melakukan gugat cerai, karena kondisi sedang hamil, seharusnya mendapat perlindungan dan perhatian lebih dari suami. Namun jika benar-benar terjadi gugat cerai dari istri yang sedang hamil, dan dikabulkan hakim, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:

1. Telah terjadi talak baian sugro (tidak boleh dirujuk, tapi boleh dinikahi kembali tanpa harus dinikahi oleh lelaki lain).

2. Istri harus membayar ganti rugi sesuai kesepakatan, tetapi tidak boleh melebihi mahar yang pernah diberikan.

3. Tidak saling mewarisi jika salah satu dari mereka meninggal dunia.

4. Istri berhak menerima nafkah selama masa Iddah dan anak yang lahir bernasab kepada mantan suaminya.

5. Dan masa iddahnya sampai istri melahirkan. Sebelum melahirkan, dia tidak boleh menjalin hubungan cinta, apalagi nikah dengan siapapun. Dasar hukumnya: Alquran Surat Al Tolaq ayat 4: Dan wanita-wanita yang hamil, maka masa iddahnya adalah sampai melahirkan.

Demikian Mbak Sriyati, mudah-mudahan menjadi paham. Wallahu alam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya