SOLOPOS.COM - Berbagai produk karya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Kulonprogo dijual saat Pasar Rakyat Jelang Lebaran 2016 di kawasan Alun-alun Wates sisi utara, Selasa (28/6/2016). (Rima Sekarani I.N./JIBI/Harian Jogja)

Tenaga kerja Kulonprogo lebih banyak yang merantau dan kurang berminat berwiraswasta

Harianjogja.com, KULONPROGO-Generasi muda Kulonprogo cenderung belum banyak yang berminat menjadi wiraswasta. Mereka lebih memilih bekerja di luar daerah karena dianggap dapat memberikan kepastian mengenai standar gaji yang tinggi.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Kepala Bidang Tenaga Kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Kulonprogo, Heri Darmawan mengatakan, masyarakat kebanyakan takut memulai usaha mandiri karena merasa tidak punya modal berupa uang.

Padahal, modal bisnis tidak harus langsung dalam jumlah banyak, terlebih jika sebelumnya sudah mengantongi modal lain yang berbentuk keterampilan di bidang tertentu seperti memasak atau membuat aneka kerajinan.

“Tapi nampaknya kebanyakan tidak percaya diri. Ada kekhawatiran kalau usahanya gagal di tengah jalan sehingga merugi,” ungkap Heri, Selasa (30/8/2016).

Heri mengungkapkan, Pemkab Kulonprogo selama ini juga berupaya memenuhi kebutuhan tenaga kerja potensial melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Puluhan paket pelatihan diadakan setiap tahun, termasuk untuk memfasilitasi mereka yang ingin menjadi wiraswasta. Beberapa diantara peserta juga diketahui telah memiliki rencana atau embrio usaha mandiri.

“Alumni BLK umumnya didorong untuk merintis usaha mandiri. Kami yakin sebenarnya banyak anak muda yang tidak tertarik bekerja di perusahaan tertentu tapi mereka juga takut memulai [usaha] sehingga perlu motivasi,” ujar Heri.

Meski begitu, pemerintah tetap tidak bisa memaksa masyarakat untuk menjadi wiraswasta dibanding mencari peruntungan ke luar daerah bahkan luar negeri. Ribuan orang akhirnya tetap memilih merantau dan meninggalkan Kulonprogo setiap tahun.

Heri mengatakan rata-rata perantau merupakan lulusan SMA/SMK yang berusia 18-25 tahun. Mereka kebanyakan menjadi pekerja pabrik dengan standar upah yang jauh lebih tinggi.

Heri menambahkan, bekerja sebagai karyawan perusahaan juga dianggap lebih aman dari sisi penghasilan. Mereka tidak perlu pusing dengan hitungan untung dan rugi layaknya saat berbisnis sendiri. Hal itu disebut menjadi alasan lain yang membuat generasi muda enggan menjadi wiraswasta.

“Bisa dibilang pragmatis karena kerja di perusahaan itu sudah jelas dapat gaji yang besar dan tetap,” kata dia.

Sementara itu, kalangan perantau menilai Kulonprogo belum menjadi wilayah yang menjanjikan untuk membuat usaha mandiri. Salah satunya diungkapkan Dwi Purnomo, warga Ngargosari, Samigaluh yang sudah 12 tahun merantau ke Karawang, Jawa Barat.

Dia bekerja di sebuah pabrik suku cadang otomotif. Dia memang mengaku berencana berhenti merantau dan membuka usaha mandiri di Kulonprogo. Namun, target realisasinya belum jelas dan masih di angan-angan.

Menurut Dwi, masyarakat Kulonprogo belum terlalu konsumtif. Dia tidak yakin akan mendapatkan banyak konsumen apabila membuka usaha kuliner atau bentuk bisnis lain. “Rasanya masih terlalu sulit. Pasarnya belum ada dan konsumennya pun terbatas,” ucap Dwi, beberapa waktu lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya