SOLOPOS.COM - Foto Guru Ilustrasi JIBI/Harian Jogja/Antara

Selain masalah bayaran yang belum sesuai harapan, juga meminta adanya jaminan kesehatan.

Harianjogja.com, WONOSARI – Honorer K2 Gunungkidul menuntut kepada Pemerintah Kabupaten untuk dapat memberikan gaji sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten yang berlaku. Hal ini disampaikan dalam audiensi dengan Sekretaris Daerah Gunungkidul Drajat Ruswandono di ruang rapat Setda I, Kamis (16/2).

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

Sekretaris Forum Honorer K2 Gunungkidul Sudarwiyati mengatakan, dalam pertemuan tersebut ada beberapa keluhan yang disampaikan. Selain masalah bayaran yang belum sesuai harapan, juga meminta adanya jaminan kesehatan. Menurut dia, tuntutan ini merupakan hal yang logis terlebih lagi untuk dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil butuh perjuangan yang berat. “Beberapa waktu lalu, kami juga sudah mengadu ke dewan dan sekarang gantian ke pemkab,” kata Sudarwiyati kepada wartawan.

Dia mengungkapkan, dasar mengajukan tuntutan ini tidak lepas dari beban kerja yang dibebankan kepada honorer yang tidak berbeda dengan PNS. “Yang membedakan hanya terletak pada hak karena yang diterima honorer masih sangat jauh berbeda,” keluhnya.

Sudarwiyati menambahkan, honorer di Gunungkidul ada 78 orang. Jumlah ini merupakan akumulasi dari honorer dari tenaga pendidik dan kesehatan. “Awalnya ada 86 orang, namun ada dua honorer yang mengundurkan. Sementara itu, dikarenakan adanya penarikan kewenangan di bidang pendidikan menengah ke provinsi, maka ada enam honorer yang ditarik ke provinsi sehingga jumlahnya tinggal 76 orang,” katanya.

Sementara itu, Ketua Forum Honorer Gunungkidul Didik Joko Santoso menambahkan, permintaan untuk mendapatkan upah sesuai dengan UMK tidak lepas dari adanya pengangkatan Tenaga Harian Lepas yang diangkat oleh pemkab yang memiliki nasib yang lebih baik. Padahal, lanjut dia, dari sisi pengangkatan dilakukan belum lama. Adapun pertimbangan lain untuk meminta upah sesuai UMK karena di daerah lain sudah mulai menerapkan gaji sesuai dengan nilai upah yang ditetapkan kabupaten. “Kami hanya mendapatkan bayaran setiap bulan di kisaran Rp100.000-150.000 per bulan,” katanya.

Dia menambahkan, sejak 2010 lalu, honorer di Gunungkidul tidak lagi mendapatkan insentif dari Pemerintah Kabupaten. Sedangkan dari Pemerintah DIY sudah dihentikan di tahun lalu sehingga untuk gaji hanya mengandalkan bayaran dari iuran komite. “Kami tidak mendapatkan bayaran dari APBD atau APBN. Sebab insentif yang diberikan pemerintah hanya diberikan untuk GTT dan PTT di luar kelompok pegawai K2,” tuturnya.

Selain menuntut adanya perbaikan penghasilan, Didik juga meminta adanya SK honorer K2 yang ditandatangi oleh bupati. Pasalnya sejak dilakukan verifikasi 2010 lalu, SK yang diberikan hanya berdasar tanda tangan dari kepala di masing-masing instansi. “Saya kira ini penting. Apalagi sesuai dengan janji, kelompok K2 merupakan pegawai yang diurutan pertama bisa masuk menjadi PNS,” imbuhnya.

Menanggapi adanya tuntutan ini, Sekretaris Daerah Gunungkidul Drajat Ruswandono menerima masukan dari forum honorer. Hanya saja, untuk pelaksanaan ia belum bisa memberikan jaminan karena masalah itu harus dibicarakan dengan bupati hingga pembasahan dalam tim TAPD. “Kami tetap akan memperjuangkan. Namun semua itu juga mengacu pada kemampuan keuangan daerah,” kata Drajat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya