SOLOPOS.COM - Suwarmin Direktur Bisnis dan Konten Solopos Group

Solopos.com, SOLO — Diskusi seputar televisi (TV) digital muncul lagi. Siaran TV analog segera digeser ke digital, berlaku bertahap di seluruh wilayah Indonesia. Proses peralihan sudah dimulai.

Penghentian siaran TV analog secara total akan dilakukan paling lambat 2 November 2022. Dasar hukumnya UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja. Sebenarnya ini tema besar karena menyangkut penguasaan saluran informasi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tidak banyak pihak terkait yang membuka diskursus ini secara luas dan terbuka. Bagaimanapun ini babak baru dari perjalanan beleid TV digital setelah tersendat-sendat selama satu dekade.

Dimulai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No. 22/2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free to Air).

Setelah digugat Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), aturan ini dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada September 2013. Lalu terbit Permenkominfo No. 32/2013 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Secara Digital dan Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Terestrial.

Tarik-menarik para pemangku kepentingan belum selesai. Pada Mei 2021, empat grup televisi besar mengajukan keberatan pengaturan pembagian pengelolaan multiplexing (mux) di 22 provinsi.

Minus PT Media Televisi Indonesia (Metro TV) yang sudah puas dengan hasil seleksi, kelompok yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) tetap menginginkan semua slot multiplexing di setiap wilayah dilelang sekaligus (Tempo, 15 Mei 2021).

Laju migrasi analog ke digital sudah melewati pergantian tiga Menkominfo, dari Tifatul Sembiring ke Rudiantara, lalu ke Johnny G. Plate. Dalam Permenkominfo No. 6/2021 ada lima tahap penghentian siaran televisi analog.

Tahap I paling lambat 17 Agustus 2021, tahap II paling lambat 31 Desember 2021, tahap III paling lambat 31 Maret 2022, tahap IV paling lambat 17 Agustus 2022, dan tahap V paling lambat 2 November 2022.

Roadmap ini sebagai revisi roadmap TV digital di Indonesia yang didesain sebelumnya. Dalam Buku Putih Komunikasi dan Informatika Indonesia 2012, roadmap televisi digital di Indonesia dibagi menjadi tiga tahapan (Idris et. al., 2012).

Tahap I persiapan 2009-2013, tahap II simulcast 2014-2017, dan tahap III analog switch off 2018 atau penghentian TV analog secara total di seluruh Indonesia.

Akankah ada stagnasi baru karena eker-ekeran soal pembagian kue bisnis dan peluang bisnis yang terancam? Menilik karakter pemerintahan saat ini, rasanya migrasi analog ke digital, apa pun yang terjadi, tetap dieksekusi.

Kekuatan Lama

Pola bisnis di level TV digital terestrial sudah terbaca: semua akan dikuasai oleh kekuatan lama, baik di tataran penyelenggara siaran maupun penyelenggara multiplexing. Pengelola bisnis TV existing saat ini sudah telanjur memiliki infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), dan pengalaman mengelola siaran.

Dengan pertimbangan ini, meskipun model bisnisnya sudah dianggap kategori red ocean atau sunset, para raksasa itu tetap bergeming di jalur itu. Sambil menikmati periode terakhir gelimang iklan di TV terestrial sebelum lebih banyak lagi yang bergeser ke jalur digital nonterestrial. Sambil ikut menawarkan konten ke jalur nonterestrial.

Dalam hal ini, digitalisasi yang diharapkan menjamin diversity of ownership menjadi sulit terwujud di jalur digital terestrial. Sebagai contoh, pada 2014, sejumlah LPS lokal di Jawa Tengah sudah mencoba mengadu nasib melakukan proses perizinan TV digital terestrial melalui Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah.

Hasilnya, hampir semua terganjal di tahapan evaluasi dengar pendapat (EDP). Rekomendasi kelayakan (RK) jatuh kepada LPS berbasis stasiun televisi di Jakarta yang ingin membangun jaringan di daerah.

Jika ada grup bisnis baru hendak bermain di jalur digital terestrial, pastilah pelaku bisnis besar yang siap berdarah-darah. Kalangan pelaku bisnis besar maupun pebisnis berbasis media besar kemungkinan memilih jalur digital nonterestrial dengan segala macam model bisnis.

Sektor inilah yang persaingannya sudah dimulai, bahkan sudah riuh. Siapa saja bisa bermain di sektor ini, baik pelaku bisnis media kelas usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM maupun berbasis pada media raksasa, termasuk pengelola TV terestrial itu.

Dalam hal ini, salah satu fitrah digitalisasi yakni terwujudnya diversity of content benar-benar terwujud. Tinggal bagaimana konten yang akan menjadi tontonan yang sangat menentukan warna dan corak masyarakat ke depan.

Perjalanan di tataran regulasi televisi digital terestrial yang alot berbeda dari laju “televisi digital” dalam pengertian lain, yakni televisi digital yang berbasis pada layanan Internet. Dan inilah faktanya. Memang zaman sudah jauh berputar.

Era pesawat televisi mulai bergeser menjadi era televisi di telepon pintar. Orang menonton sinetron atau drama korea tidak melulu di pesawat televisi. Orang bisa menonton melalui layar Youtube atau link khusus di platform Telegram.

Era TV kabel alias TV berlangganan bersaing dengan layanan website yang menyediakan layanan konten berbayar. Seperti Video.com, Mola TV, dan beberapa yang segera masuk ke pasaran. Belum lagi layanan video on demand kelas global seperti Netflix atau Disney Plus Hotstar, dan kelak akan banyak lagi pemain global yang akan datang.

Belum lagi kalau kita bicara tentang produk siaran. Jumlah produk siaran televisi terestrial kalah jauh dalam hal kuantitas dibandingkan banjir produk (konten) siaran di Youtube atau platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Tiktok, dan lain-lain.



Sebagian konten ini memang emas berlian, layak dilihat, layak dikonsumsi. Namun, sebagian lain adalah sampah, kotoran, fitnah, kebencian, dan hal-hal lain yang tidak layak ditonton, menjadi racun kalau dikonsumsi.

Untuk urusan pengawasan konten di media penyiaran digital nonterestrial ini pemerintah belum punya jalan keluar yang paten. KPI tidak punya landasan hukum untuk mengawasi konten new broadcasting seperti ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya