SOLOPOS.COM - Maria Y. Benyamin (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO — Hari-hari ini kita sering sekali mendengar berita duka. Silih berganti. Baik yang diterima secara langsung maupun lewat status media sosial teman, kerabat, kolega.

Begitu seringnya sehingga beberapa orang yang saya kenal mengaku takut mengangkat telepon yang masuk di telepon selulernya. Bahkan, ada yang akhirnya memutuskan untuk tidak ”menengok” akun media sosialnya. Untuk sementara waktu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Termasuk saya. Selalu waswas ketika telepon seluler saya berdering. Waswas tiba-tiba begitu banyak sekali notifikasi Whatsapp yang muncul di layar telepon seluler saya. Bukan apa-apa. Sudah beberapa kali hal serupa terjadi dan selalu isinya sungguh tak mengenakkan.

Mulai dari berita keluarga, teman, atau rekan kerja yang terkena Covid-19; atau berita duka. Meninggal karena Covid-19. Ketika tulisan ini saya selesaikan, beberapa grup Whatsapp masih ramai. Isinya berita berpulangnya sahabat, teman, atau salah seorang anggota keluarga mereka.

Lamat-lamat, suara sirene ambulans juga terdengar dari kejauhan. Sirene meraung tentu makin akrab di telinga kita akhir-akhir ini. Membelah jalanan. Lalu, tiba-tiba muncul angka kasus harian Covid-19. Kemarin, Kamis (15/7/2021), ada tambahan 56.757 kasus positif. Lagi-lagi rekor baru. Tertinggi sejak awal pandemi Covid-19 di negeri kita.

Ini sudah hari ke-13 masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Hampir dua pekan setelah PPKM Darurat berjalan. Kita masih punya lima  hari ke depan. Sebelum PPKM Darurat berakhir. Terhadap semua kondisi yang terjadi belakangan ini, deretan pertanyaan mengemuka. Apa yang salah? Apa yang masih kurang? Kenapa begini? Kenapa begitu?

***

Kondisi yang kita hadapi sekarang ini memang tidak mudah. Bayang-bayang ”seperti India” makin jelas di depan mata. Bukan bermaksud menakuti atau pesimistis. Ini sekadar mengingatkan. Situasi yang pernah terjadi di India bisa saja terjadi pada kita jika rantai persebaran virus ini tak segera diputus.

Ironis memang. Kita pernah meratapi kondisi di India. Banyak yang sudah bersuara mengingatkan kondisi India yang bisa saja terjadi pada kita. Namun, kita yang seharusnya bisa belajar dari kondisi krisis gelombang kedua Covid-19 di India, nyatanya masih harus menghadapi hal serupa.

Benar bahwa situasi yang dihadapi saat ini jauh berbeda karena diperparah oleh virus varian baru yang luar biasa ganasnya. Yang kemampuan menularnya jauh lebih hebat dibandingkan dengan varian sebelumnya. Akan tetapi, hal ini tak berarti kita hanya bisa berpasrah diri dan menyerah pada varian baru tersebut.

Harus diakui ragam komunikasi dan informasi telah disampaikan pemerintah. Berbagai kebijakan telah diterapkan. Seperti tak habis langkah. Belakangan ini kita juga kerap menerima video-video penegakan protokol kesehatan dan aturan pembatasan yang boleh dibilang mengarah ke tindakan paling tegas.

Namun, masih saja tidak mudah meyakinkan masyarakat untuk menerapkan langkah paling mudah untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 yang bisa dimulai dari diri sendiri, yakni menjaga protokal kesehatan, termasuk menggunakan masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.

Saya tak menampik bahwa ada juga beberapa tindakan tegas yang salah arah, yang justru membuat masyarakat makin apatis. Lalu, makin abai terhadap protokol kesehatan. Alih-alih terkendali, situasi justru kian bertambah parah. Dari hari ke hari.

Jejaring penularan Covid-19 seperti tak pernah berakhir. Lihat saja angka penularan Covid-19 di luar Jawa dan Bali yang kini merangkak naik dan mulai masuk ke lingkup yang paling kecil, yaitu keluarga. Anehnya, makin ke sini, sadar atau tidak sadar, kepedulian masyarakat justru kian kurang. Makin abai.

Rasanya sulit sekali mengomunikasikan bahaya Covid-19 kepada masyarakat sehingga secara sadar mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk dirinya agar tidak terkena Covid-19. Berbagai macam kampanye yang dilakukan rasanya seperti menemui jalan buntu karena tidak berdampak apa-apa. Kalaupun berdampak, bisa jadi cakupannya kecil sekali.

Terkadang, sejumlah penyesalan muncul. Jika sudah begini, banyak sekali pengandaian. Jika saja kondisi ini diatasi lebih cepat pada awal-awal kemunculan Covid-19, tentu kita tak sampai seperti pada situasi sekarang ini. Atau, jika saja dulu kita berani mengambil langkah berani, tentu kita pun tak akan menuju ke jurang yang sama seperti India.

Namun, rasanya pengandaian tersebut menjadi tidak relevan lagi. Toh, kita sudah sampai pada titik ini. Titik ketika makin banyak pasien positif Covid-19 dari hari ke hari. Yang per Kamis kemarin telah menembus rekor tertinggi selama masa pandemi.

Kita juga sudah sampai pada kondisi tingkat keterisian rumah sakit selalu tinggi. Bahkan, penuh. Banyak pasien tak tertampung. Hingga harus ada korban yang berjatuhan karena terlambat ditangai di rumah sakit. Kita sudah berada pada posisi susah mencari obat di pasaran. Kalaupun ada, harganya melambung tinggi.

Oksigen medis juga susah dicari. Begitu ada, harganya bikin kita mengelus dada. Kita juga sudah berada pada posisi memperebutkan susu kaleng yang diklaim mampu ”menyelamatkan” diri dari Covid-19. Stok tiba-tiba kosong dan menghilang dari rak-rak minimarket atau supermarket.

Lalu, muncul penjual dadakan di berbagai marketplace dengan harga yang tidak masuk akal lagi. Dan kita pun sudah berada pada posisi ketika kita harus mengakui bahwa negara kita sedang tidak baik-baik saja. Lalu, bagaimana dengan perekonomian kita?

Sampai pada kuartal I/2021, perekonomian nasional masih bergerak di jalur yang tepat. Setidaknya, kontraksi yang terjadi pada tiga bulan pertama tahun ini menjadi lebih kecil dibandingkan dengan tiga kuartal sebelumnya.

Sepanjang Januari-Maret 2021, perekonomian nasional hanya mengalami kontraksi 0,74% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, terjadi kontraksi sebesar 0,96%. Kendati masih minus, ekonomi nasional mulai bergerak ke arah positif.

Memasuki kuartal II/2021, masih ada optimisme akan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan bergerak pada teritori positif. Setidaknya hal itu terekam dalam data-data proyeksi pertumbuhan ekonomi pemerintah dan ekonom, dan kalau melihat sejumlah indikator selama periode kuartal II/2021, optimisme tersebut cukup beralasan.

Selanjutnya, yang paling menantang adalah kondisi perekonomian nasional pada kuartal III dan IV tahun ini, setelah memperhitungkan efek kebijakan PPKM Darurat yang sudah berjalan. Ancaman untuk kembali ke pertumbuhan negatif bisa saja terjadi, tergantung bagaimana kita meredam masalah kesehatan yang belum juga menemui ujungnya.



Belakangan muncul debat panjang soal perpanjangan PPKM Darurat karena melihat angka kasus positif yang tak kunjung turun. Terkait ini, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah mengungkapkan dengan jelas.

”Ada tim yang mengamati, seberapa jauh kita boleh pergi… Kalau kita membengkokkan sesuatu, tentu harus ada batasnya. Kalau bengkok terus, ya patah,” kata dia. Pertanyaan selanjutnya yang muncul, bagaimana jika kondisi memang belum terkendali?

***

Situasi hari ini tentu menjadi tanggung jawab bersama. Mari bergotong-royong dalam hal yang baik. Demi keselamatan kita semua. Kalau memang mobilitas masyarakat masih tinggi di tengah mengganasnya virus ini, bisa jadi satu-satunya alasan adalah karena solidaritas yang tidak pernah terjadi di lapisan masyarakat manapun di negeri ini.

Semua tengah berjalan dengan egonya sendiri, menyelamatkan diri sendiri. Covid-19 pada akhirnya bukan lagi sekedar virus berukuran 400 mikrometer hingga 500 mikrometer. Akan tetapi, ini adalah sebuah penyakit perilaku.

Penyakit yang bersumber dari ketidakpedulian, dengan akar yang paling mendasar, yaitu peduli pada sesama. Kita mungkin telah menyaksikan begitu banyak papan nisan yang tertancap di tanah segar akibat Covid-19. Namun, tentu saja, jangan sampai ada papan nisan begitu besar yang sedang tertancap di depan kita sendiri. Telah berpulang, rasa kepedulian dan kemanusiaan kita semua …

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya