SOLOPOS.COM - Warga menimba air dari sumur tampungan di Telaga Waru, Desa Johunut, Kecamatan Paranggupito. (Suharsih)

Warga menimba air dari sumur tampungan di Telaga Waru, Desa Johunut, Kecamatan Paranggupito. (Suharsih)

Solopos.com–Perempuan itu berjalan pelan menyusuri jalan setapak sempit keluar dari lokasi Telaga Waru di Desa Johunut, Kecamatan Paranggupito. Tangan kanannya menjinjing jeriken ukuran 5 liter. Satu jeriken lainnya yang berukuran kurang lebih sama digendongnya menggunakan kain.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Saat ditanya, perempuan yang mengaku bernama Yatini itu mengatakan baru saja ngangsu (mengambil air-red) dari telaga. Pekerjaan itu sudah dua bulan terakhir ini menjadi aktivitas sehari-harinya. Yatini mengaku dalam sehari ia kerap harus bolak-balik dari rumahnya ke telaga yang berjarak sekitar 1 km hingga 6-7 kali.

“Biasanya kalau musim hujan kan kami bisa nandon air. Tapi dua bulan terakhir hujan sangat jarang turun sehingga kami terpaksa mengambil air dari telaga. Ya lumayan melelahkan tapi mau bagaimana lagi?” kata perempuan berusia antara 30-40 tahun tersebut kepada wartawan akhir pekan kemarin.

Tak hanya oleh Yatini, hal yang sama juga dilakukan Minto. Warga Johunut ini juga tiap hari bolak-balik ke telaga itu untuk mengambil air untuk kebutuhan masak, minum, mandi dan mencuci bagi keluarganya. Namun, berbeda dengan Yatini, Minto bisa mengangkut sekaligus dalam jumlah lebih banyak karena menggunakan sepeda motor yang dipasangi beranjang.

Pantauan dalam kesempatan itu,  di telaga itu cukup ramai. Warga bergantian menimba air dari sumur telaga menggunakan ember yang diikat tali. Air di dalam sumur yang bersumber dari sumber air Waru itu cukup jernih. Namun kedalamannya dari hari ke hari makin berkurang.

Camat Paranggupito, Sariman mengungkapkan Telaga Waru merupakan satu di antara empat telaga yang masih berair di wilayah Paranggupito. “Di seluruh wilayah kecamatan total ada 12 telaga, tapi tinggal empat yang masih ada airnya, yakni Telaga Kedukan di Desa Ketos, Telaga Puring di Desa Gendayakan, Telaga Cangkil di Desa Paranggupito, dan Telaga Waru di Desa Johunut. Telaga lainnya kalaupun ada airnya tinggal sedikit dan keruh sehingga tidak layak konsumsi,” jelas Sariman.

Ditanya soal bantuan air bersih dari pemerintah kabupaten, Sariman mengatakan hingga kini belum ada. Warga yang cukup jauh dari telagapun terpaksa membeli air dari pengusaha swasta.

Salah satu pengusaha swasta yang sehari-hari menjual air ke warga, Hendrik Tejo Prasetyo, 25, saat ditemui wartawan mengaku dalam sehari bisa enam kali mengambil air dari sumber Waru, di Desa Gunturharjo, tak jauh dari Pantai Waru, kemudian dia bawa berkeliling desa atau langsung ke rumah warga kalau sudah ada yang pesan. Satu tangki kapasitas 5.000 liter, ia jual dengan harga Rp 80.000-Rp 130.000 tergantung jauh dekatnya rumah pembeli dari sumber air.

“Keuntungannya lumayan. Pernah, sekitar dua tahun lalu, saya mendapatkan untung bersih hingga Rp 60 juta selama enam bulan kemarau. Modalnya hanya truk, tenaga dan solar,” jelas warga Desa Gudangharjo tersebut.

(Suharsih)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya