SOLOPOS.COM - Rumah milik Wagiyem, warga Dukuh Guntur RT 002/RW 002, Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo terancam ambrol dan masuk Bengawan Solo karena tebing sungai di dekatnya terus-menerus ambrol. Foto diambil Jumat (5/4/2013). (JIBI/SOLOPOS/Trianto Hery Suryono)

Rumah milik Wagiyem, warga Dukuh Guntur RT 002/RW 002, Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo terancam ambrol dan masuk Bengawan Solo karena tebing sungai di dekatnya terus-menerus ambrol. Foto diambil Jumat (5/4/2013). (JIBI/SOLOPOS/Trianto Hery Suryono)

Rumah milik Wagiyem, warga Dukuh Guntur RT 002/RW 002, Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo terancam ambrol dan masuk Bengawan Solo karena tebing sungai di dekatnya terus-menerus ambrol. Foto diambil Jumat (5/4/2013). (JIBI/SOLOPOS/Trianto Hery Suryono)

SUKOHARJO – Setidaknya empat rumah yang dihuni delapan orang terancam ambrol dan masuk ke dalam Bengawan Solo karena bibir tebing sungai di dekatnya terus ambrol tergerus aliran air.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Rumah yang paling terancam adalah rumah yang dimiliki Mbah Wagiyem, 75, warga Dukuh Guntur RT 002/RW 002, Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo. Di dekat rumah itu tebing sungai yang ambrol sudah sepanjang sekitar 100-an meter.
Berdasar pengamatan jarak bibir tebing tinggal sekitar lima meter dengan dinding rumah Wagiyem. “Setiap turun hujan rasanya ketir-ketir tidak bisa tidur,” ujar Wagiyem dengan bahasa Jawa, Jumat (5/4/2013).

Ekspedisi Mudik 2024

Menurutnya, tebing ambrol kali terakhir terjadi sekitar sebulan terakhir. Dia berharap tebing tersebut diberi bronjong kawat sebagai pengikat tumpukan bebatuan. Diceritakannya, suara tanah ambrol cukup keras.

Warga lain, Wawan, menambahkan empat rumah yang terancam terseret tebing jika ambrol adalah milik Wagiyem, Martoimo, Tugiri dan Hardi. Keempatnya berada di satu jalur linier pinggir aliran Sungai Bengawan Solo (SBS) itu dan terletak satu RT. Wawan mengaku tanah milik keluarganya yang tertelan sungai lebih dari 20 meter. “Dahulu batas tanah di tengah sungai. Di pulau sungai itu.”

Wawan menilai, tebing sering kali longsor. Longsor semakin lebar ketika musim penghujan karena arus air membeludak. “Kami menduga, keberadaan cekdam di bawah jembatan pembatas Sukoharjo-Wonogiri mengakibatkan tebing sering ambrol. Pasalnya, air tertahan dan memutar. Jika Solo banjir, air sungai bisa diambil hanya dengan duduk di pinggir tebing.”

Witono, warga lain menyatakan tahun lalu pernah disurvei. “Orang-orang survei sudah memerkirakan tebing akan longsor sehingga akan diperkuat talut. Namun hingga kini tak teralisasi. Kami berharap talut segera dibangun agar tanah tidak terus-menerus terkikis. Satu musim hujan, 10 meter tanah ambrol. Barongan (rumpun) bambu saja sudah hanyut. Padahal rumpun bambu sebagai penguat tebing. Jadi penanggulangan dam segera dilaksanakan agar tak muncul korban.”
Dikatakannya, survei kali terakhir dilakukan Mei 2012. Sedangkan pembuatan cekdam dilakukan sekitar 1993.

Kepala Desa Gupit, Bibit Riyanto ditemu di kantornya menyatakan, dirinya juga mendesak pihak terakit segera merealisasikan pembuatan talut. “Kami mendapat kabar, pembuatan talut akan dilakukan tahun ini. Mudah-mudahan tidak mundur. Jika tak segera direalisasi warga kami akan kehilangan tempat tinggal.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya