SOLOPOS.COM - Proses pembuatan ogoh-ogoh di lereng Gunung Merapi, Dukuh Wonodadi, Desa Karanganyar, Kecamatan Tamansari, Boyolali, Jumat (10/3/2023). Ogoh-ogoh akan diarak keliling desa kemudian dibakar pada Upacara Tawur Kesanga. (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Menjelang perayaan Nyepi pada 2023, umat Hindu di Lereng Gunung Merapi, Dukuh Wonodadi, Desa Karanganyar, Kecamatan Tamansari, Boyolali, membuat dua patung ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh ini nantinya akan diarak keliling desa dan dibakar pada upacara Tawur Kesanga yang jatuh sehari sebelum Nyepi, Selasa (21/3/2023) malam.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Penyuluh Agama Hindu non-PNS di Desa Karanganyar, Agus Setiyono, mengungkapkan ogoh-ogoh tersebut dibuat oleh anak-anak muda penganut agama Hindu di Pura Buana Puja.

“Pembuatannya sudah sejak Desember 2022 kemarin, di sela-sela mereka liburan sekolah membuat dua ogoh-ogoh. Targetnya nanti selesai 12 Maret,” ungkapnya saat ditemui wartawan di lokasi pembuatan ogoh-ogoh, Jumat (10/3/2023).

Ia mengungkapkan dua buah ogoh-ogoh yang akan diarak oleh umat Hindu lereng Merapi Boyolali nanti tingginya tiga meter. Ogoh-ogoh akan berwujud babi bernama Srenggi dan raksasa Bawi.

Agus menyebut kedua raksasa ogoh-ogoh itu melambangkan hama pengganggu atau perusak ketenteraman masyarakat di bidang pertanian. Sejak erupsi Gunung Merapi, di lereng gunung terdapat beberapa hewan yang merusak tanaman warga seperti monyet.

“Pada tahun ini kami adakan acara Tawur Kesanga, ada kirab seperti sebelum Covid-19, jadi keliling kampung. Setelah itu kami menuju lapangan untuk melaksanakan upacara peleburan sifat-sifat angkara pada 21 Maret malam,” jelasnya.

Rangkaian acara yang akan diikuti umat Hindu di lereng Merapi, Boyolali, itu didahului ritual mecaru yaitu persembahyangan umat di Pura Buana Puja sekitar pukul 19.00 WIB. Lalu terdapat ritual inti di pura.

Kreasi Seni

Baru setelah itu ogoh-ogoh dikirab keliling desa. Agus menjelaskan pada saat pandemi Covid-19, para pemuda tetap membuat ogoh-ogoh. Namun, ogoh-ogoh tersebut tak diarak keliling kampung dan hanya dibakar di samping pura.

Agus mengungkapkan umat Hindu di Pura Buana Puja telah rutin membuat ogoh-ogoh sejak 2012. Para pemuda belajar secara autodidak membuat ogoh-ogoh sebagai wujud kreasi seni.

Biaya pembuatan dua ogoh-ogoh tersebut hampir Rp8 juta dan diambil dari punia atau iuran sukarela dari umat. “Untuk bahan dasar tulang ogoh-ogoh itu dari bambu dan ada besi sedikit. Untuk detail-detail kami pakai kertas sak semen, terus tisu toilet. Kemudian untuk detail otot-otot kami pakai kertas bekas,” jelasnya.

Sementara itu, salah satu pemuda yang ikut membuat ogoh-ogoh untuk perayaan Tawur Kesanga umat Hindu di lereng Merapi Boyolali, Danang Krisnadi, 22, mengungkapkan kesulitan membuat ogoh-ogoh yaitu harus detail dan hati-hati agar tidak rusak.

Selain itu, tidak ada pedoman baku untuk membuat ogoh-ogoh. Ia menjelaskan pembuatan dua ogoh-ogoh tersebut melibatkan sekitar 20 pemuda. Mereka berkumpul untuk membuat ogoh-ogoh hanya di waktu senggang.

“Semisal sore sewaktu pulang dari sekolah, sepulang kuliah, dan sepulang kerja. Itu juga kadang kami enggak bareng, pokoknya sebisanya, untuk yang ikut buat ogoh-ogoh itu dari remaja usia SMP sampai 30-an tahun,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya