SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan surat perintah penahanan terhadap Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan belum sampai ke pimpinan lembaga antikorupsi tersebut. Ini merupakan pemanggilan pertama terhadap Taufik sejak berstatus sebagai tersangka.

“Surat perintah penahanan belum sampai ke pimpinan. Jadi, nanti dari penyidik, apakah merasa harus dilakukan penahanan atau enggak nanti kita lihat,” ujarnya di KPK, Kamis (1/11/2018).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selaku tersangka, lanjut Alex, Taufik Kurniawan diharapkan dapat bersikap kooperatif dengan proses hukum yang sedang berlangsung. “Lebih baik kalau yang bersangkutan bersikap kooperatif, kerja sama, syukur-syukur dia juga bisa mengungkapkan pihak-pihak lain yang terlibat,” tambahnya.

Sebelumnya, pemeriksaan terhadap tersangka Taufik Kurniawan diinformasikan akan dijadwalkan ulang. “Pagi ini PH [penasihat hukum] dari TK datang membawa surat permintaan penjadwalan ulang,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (1/11/2018).

Ketidakhadiran serta permintaan penjadwalan ulang Taufik disampaikan penasihat hukumnya, Arifin Harahap. Arifin mengatakan kliennya tidak dapat hadir karena alasan kenegaraan.

“Kami datang ke KPK, bersama tim kuasa hukum lain menyampaikan ke tim penyidik bahwa klien kami tidak bisa hadir pada hari ini karena ada kegiatan reses kenegaraan yang tidak bisa ditinggalkan oleh beliau,” ujar Arifin di KPK.

Arifin menambahkan pemeriksaan hari ini rencananya dijadwalkan ulang pada 8 November 2018. “Kami pastikan tanggal 8 kami hadirkan Pak Taufik di KPK,” lanjutnya.

Taufik Kurniawan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembahasan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Kebumen pada 30 Oktober lalu. Wakil Pimpinan KPK Basaria Panjaitan mengatakan bahwa Taufik Kurniawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Peran Taufik Kurniawan dalam kasus pembahasan DAK fisik tahun anggaran 2016 dirinci melalui pedekatan atau pertemuan yang dilakukan dengan Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad.

“Setelah dilantik, MYF [Mohammad Yahya Fuad] melakukan pendekatan pada sejumlah pihak termasuk anggota DPR, salah satunya TK [Taufik Kurniawan] selaku wakil ketua DPR periode 2014—2019,” ujar Basaria saat mengumumkan peningkatan status penyidikan di KPK, Selasa (30/10/2018).

Saat itu, DPR tengah membahas alokasi DAK senilai Rp100 miliar.  Diduga, ada permintaan fee sebesar 5% dari total anggaran yang dialokasikan untuk Kabupaten Kebumen. “MYF menyanggupi fee 5% dan kemudian meminta fee 7% pada rekanan di Kebumen,” kata Basaria.

Pertemuan dan penyerahan uang dilakukan bertahap di sejumlah hotel di Semarang dan Yogyakarta. Dari rencana penyerahan ketiga, KPK melakukan operasi tangkap tangan. Selain itu, di hari yang sama KPK resmi menetapkan Cipto Waluyo, Ketua DPRD Kabupaten Kebumen periode 2014 2019 sebagai tersangka.

Cipto diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan pengesahan atau pembahasan APBD Kabupaten Kebumen periode 2015 2016, pengesahan atau pembahasan APBD Perubahan Kabupaten Kebumen periode 2015- 2016, dan pokok pikiran DPRD Kebumen 2015-2016.

Dugaan penerimaan hadiah atau janji tersebut terkait dengan tiga hal, yakni pengesahan atau pembahasan APBD Kab Kebumen periode 2015 2016, pengesahan atau pembahasan APBD Perubahan Kebumen 2015- 2016, dan pokok pikiran DPRD Kebumen 2015-2016.

“Diduga jika uang ketok atau uang aspirasi tidak diberikan, DPRD akan mempersulit pembahasan APBD murni TA 2015. Merespons hal tersebut, Pemkab Kebumen menyetujui akan memberikan ‘uang aspirasi’,” ujar Wakil Pimpinan KPK Basaria Panjaitan, Selasa (30/10/2018).

Hal tersebut juga diduga disampaikan oleh pihak pemerintah kabupaten agar anggota DPRD tidak ikut-ikut mengurus proyek. Jika demikian, maka dewan akan menerima “mentahan”.

Selain itu, dalam rapat badan anggaran pembahasan APRD-P 2016, anggota DPRD pernah meminta “gaji ke-13” pada Pemkab Kebumen karena yang diberikan pemerintah pusat terlalu kecil. “Diduga CW selaku ketua DPRD Kabupaten Kebumen periode 2014 – 2019 menerima sekurangnya Rp50 juta,” papar Basaria.

Atas perbuatannya, CW disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya