SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/SOLOPOS Ilustrasi Teater

JIBI/Harian Jogja/SOLOPOS
Ilustrasi Teater

Harian Jogja.com, BANTUL—Krisis identitas. Inilah yang dirasakan oleh Usman Najrid Maulana. Kendati lahir dan besar di lingkungan yang didominasi suku Dayak, ia merasa seperti orang asing.

Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas

“Kami ini dianggap bukan sebagai bagian dari mereka [masyarakat Dayak]. Padahal dahulu kita itu sama mereka,” ujarnya kepada Harian Jogja, Kamis (11/7/2013).

Menurut Usman, persoalan itu disebabkan karena ia lahir di pulau Tidung, Tarakan, Kalimantan Utara. Tempat tinggalnya itu bersebelahan dengan Sabah, Malaysia sehingga dirinya lebih sering dilabeli sebagai orang melayu.

“Padahal kami ini tidak merasa seperti orang melayu,” tuturnya.

Berangkat dari kegelisahan itu, Usman Najrid Maulana mencoba membuktikan jati dirinya bahwa ia adalah orang dayak sejati. Hal tersebut ia buktikan dengan menggelar pertunjukkan tari kontemporer bertajuk Tatag De Penyawo di Auditorium Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukkan Institut Seni Indonesia (ISI), Jalan Parangtritis, Rabu (10/7/2013), malam. Pentas ini sekaligus menjadi satu Tugas Akhir (TA) perkuliahan Usman sebagai mahasiswa Jurusan Teater ISI.

Tema dalam pertunjukkan tarinya itu diambil dari bahasa dayak. Tatag berarti kehilangan, hal ini diartikan sebagai kehilangan identitas dayak, sedangkan De Penyawo memiliki arti yang paling dalam. “Jadi arti dari Tatag De Penyawo adalah rasa kehilangan yang dalam dari lubuk hati yang paling dalam,” beber pria berambut gondrong itu.

Kegelisahan itu lantas representasikan dalam pertunjukkan tari berdurasi selama 20 menit. Pentas yang melibatkan sebanyak sembilan penari ini memasukkan unsur gerakan tari kontemperer yang begitu kental. Kesan tradisional hanya terlihat pada cawat yang dikenakan para penari seperti laiknya orang dayak di pedalaman hutan belantara.

Adapun dalam gerakan tari dayak tradisional hanya terlihat pada bagian ending pertunjukkan. Di mana para memainkan menyisipkan gerakan tari hudog, berasal dari daerah Pampang Samarinda. Selebihnya, gerakan murni modifikasi yang diciptkan Usman sendiri.

Gerakan tari itu ia adopsi dari beberapa gerakan salah satunya pada tari balet seperti pada gerakan memutar. Usman bahkan mengaku terinspirasi dari hal yang selama ini tidak terfikirkan oleh banyak penari kebanyakan.

Apa itu? Yakni mimik wajah lelaki usai kencing yang acap merinding terutama sesaat usai menuntaskan hajatnya. Hal Ini diperlihatkan dari mimik wajah para penari yang sesekali muncul sepanjang pertunjukkan. “Untuk mendapatkan gerakan ini saat latihan kami bahkan sepakat untuk kencing bersama sama agar mimik kami selaras,” tuturnya sembari tertawa.

Menurut Usman, gerakan kencing itu merupakan refleksi kegelisahan sebagai individu karena banyak yang mempertanyakan dirinya sebagai seseorang diluar suku dayak. “Mimik wajah merinding saat orang lagi kencing menjadi representasi yang tepat untuk menggambarkan kegelisahanku sebagai individu,” bebernya.

Tari `Tatag De Penyawo` dibuat Usman setelah pulang kampung beberapa waktu lalu. Di kampung halamannya, Tarakan, ia sempat `Sowan`dengan salah satu sesepuh masyarakat disana untuk meminta petuah terkait karya tari yang akan ia mainkan. Usman berencana usai tampil di ISI, ia akan mementaskan tari itu di kampung halamannya sebagai media untuk menyampaikan pendapat terkait dengan kegelisahan yang ia rasakan. “Tapi akan lebih lama durasinya mungkin sekitar 50 menit,” tukas pria kelahiran Tarakan, Kalimantan Utara, 1983 silam itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya