SOLOPOS.COM - Anton A. Setyawan (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO -- Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menerbitkan e-book bertajuk Apa & Bagaimana Investasi Keuangan Haji BPKH sebagai bentuk transparansi dan sosialisasi mengenai tugas dan tanggung jawab lembaga itu.

Peluncuran e-book ini dilakukan dalam momentum peringatan milad ke-3 BPKH pada 10 Juni 2020. Seperti apa isi buku yang diunggah di laman www.bpkh.go.id itu? Secara keseluruhan ada tujuh bab yang disajikan dalam buku tersebut.

Promosi Ijazah Tak Laku, Sarjana Setengah Mati Mencari Kerja

Perinciannya selayang pandang mengenai BPKH, arah investasi, investasi surat berharga, investasi langsung dan lainnya, kinerja investasi, pengelolaan investasi di beberapa negara yang dapat dijadikan acuan, serta manajemen risiko investasi BPKH.

BPKH adalah lembaga amanat UU No. 34/2014 untuk mengelola keuangan haji. Di dalam perangkat hukum tersebut disebutkan pengelolaan keuangan haji yang dilakukan institusi ini harus berasaskan pada prinsip syariat, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel.

UU yang merupakan representasi kedaulatan rakyat menggariskan tujuan pengelolaan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efisiensi penggunaan biaya penyelengaraan ibadah haji (BPIH), serta bermanfaat bagi kemaslahatan umat Islam.

Mengapa Investasi?

Publik perlu mengetahui mengapa BPKH perlu melakukan investasi dana haji.  Investasi diperlukan karena besarnya subsidi. Biaya yang diperlukan untuk perjalanan haji pada 2019 adalah Rp70,4 juta per orang, sedangkan jemaah haji pada tahun tersebut hanya membayar rata-rata antara Rp35,2 juta per orang, tergantung lokasi embarkasi.

Kekurangan biaya ini yang menjadi kewajiban BPKH untuk menghasilkan nilai manfaat yang akan digunakan menutup kekurangan biaya riil penyelenggaraan ibadah haji setiap tahun. Itulah sebabnya BPKH menempatkan investasi dana haji dalam bentuk produk perbankan syariat seperti giro, deposito berjangka, dan tabungan.

Investasi dana haji lainnya juga dilakukan dalam bentuk surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi luar negeri. Investasi dana haji yang dikelola BPKH bukan persoalan mudah karena dana ini adalah dana jemaah yang akan dipergunakan sebagai biaya perjalanan haji sehingga investasi yang dilakukan harus aman.

Aman dalam hal ini adalah investasi yang tidak spekulatif (maysir), tidak berbasis bunga (riba), dan kejelasan underlying (ghuhur). Dasar hukum investasi dana haji adalah Pasal 46 UU No. 34/2014 yang intinya mengatur pengelolaan dana haji dilakukan oleh bank umum syariat atau unit usaha syariat.

Pilihannya banyak, namun dalam kondisi pandemi Covid-19 ketika perekonomian global sedang tidak menentu, pilihan investasi menjadi lebih terbatas. Pada 2018, dana haji yang dikelola BPKH itu ditempatkan di bank syariat atau unit usaha syariat senilai Rp65,5 triliun atau sekitar 58%.

Ketika itu jumlah ini dinilai belum ideal karena masih kurangnya instrumen surat berharga di pasar modal sehingga investasi BPKH masih belum memadai. Selain alasan tersebut, penempatan hingga 58% dari total penempatan adalah alasan pertimbangan likuiditas.

Instrumen yang digunakan pada investasi di bank syariat adalah deposito yang maksimal memiliki tenor satu tahun. Data terbaru 2019 menunjukkan alokasi dana haji terkonsentrasi sebesar 43,68% pada penempatan dana di deposito Bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPS-BPIH) atau sama dengan Rp54,30 triliun.

Penempatan dana haji pada instrumen investasi di bank syariat yang beragam bertujuan memperoleh return yang cukup baik. BPS-BPIH ditetapkan sesuai dengan UU No. 34/2014, PP No. 5/2018, dan Peraturan BPKH No. 4/2018.

Syarat menjadi BPS-BPIH adalah memenuhi persyaratan kesehatan bank, persyaratan teknologi informasi dan virtual account, pengembangan produk, permodalan, dan kemampuan cash management. Investasi surat berharga pada 2018 yang dialokasikan oleh BPKH sebesar Rp46,9 triliun atau 42%.

Berdasarkan data 2019, dana yang diinvestasikan meningkat karena mencapai Rp70,02 triliun atau 56,32%. Nilai manfaat 2018 per instrumen dan yang diinvestasikan sebesar Rp2,6 triliun atau 46% dan penempatan pada bank syariat sebesar Rp3,1 triliun atau 54%.

Dengan pengelolaan portofolio investasi tersebut, hasil atau nilai manfaat yang bisa diraih BPKH sepanjang 2018 sekitar Rp5,7 triliun. Rata-rata imbal hasil yang diperoleh dari berbagai jenis instrumen penempatan adalah 5,07%.

Nilai rata-rata imbal hasil tersebut adalah hasil dari investasi pada surat berharga yang memiliki persentase imbal hasil 5,54% sedangkan penempatan pada bank syariat dengan nilai return 4,74%. Pada 2019 nilai manfaatnya mencapai Rp7,37 triliun.

Angka ini melewati target 2019 yakni sebesar Rp7,22 triliun atau mencapai 102,08%. Nilai manfaat tersebut diperoleh dari hasil penempatan di BPS-BPIH sebesar Rp2,98 triliun dan hasil investasi sebesar Rp4,39 triliun, termasuk pengelolaan dana abadi umat (DAU).

Perolehan nilai manfaat ini meningkat sebesar 29,30% dibandingkan dengan perolehan nilai manfaat pada 2018. Berkaca dari pengelolaan dana haji negara tetangga, Malaysia, kita bisa belajar tentang diversifikasi investasi dana haji yang sesuai dengan prinsip aman.

Pengelolaan dana haji Malaysia dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN), yaitu Lembaga Tabung Haji Malaysia (LTHM). Investasi yang dilakukan LTHM sangat beragam dan masuk ke dalam berbagai pembiayaan di sektor riil, diantaranya properti, perkebunan, dan konsesi, selain tetap berinvestasi di sektor keuangan. Bagian terbesar dari investasi yang dilakukan LTHM adalah properti.

BPKH sebenarnya sudah berusaha melakukan diversifikasi investasi, misalnya pada 2019 ada ide investasi ke bisnis katering haji yang pasarnya sudah jelas, yaitu jemaah haji dan umrah Indonesia. Eksekusinya juga terganggu pandemi Covid-19.

Ide-ide lain untuk berinvestasi tampaknya juga terkendala masalah koordinasi teknis dengan Kementerian Agama dan yuridiksi/regulasi lintas negara. Melakukan diversifikasi investasi dengan pembiayaan pada sektor riil harus melibatkan bank syariat nasional. Artinya secara operasional BPKH tergantung pada proses bisnis di bank syariat nasional.

Opsi kerja sama berupa penyertaan dana pihak ketiga dengan bank syariat nasional perlu diupayakan untuk memperluas diversifikasi investasi. Opsi lain untuk masuk ke dalam investasi properti atau perkebunan juga bisa dilakukan karena sudah ada best practice di LTHM Malaysia.



Manajemen Risiko

Dalam buku yang ditulis Beny Witjaksono, anggota Badan Pelaksana BPKH Bidang Investasi, ini dijelaskan setiap investasi mengandung risiko, namun BPKH telah mengalkulasi rencana investasi secara matang sehingga memilih investasi yang memiliki risiko rendah sampai moderat seperti investasi pada surat berharga syariat negara (SBSN) hingga sukuk korporasi.

Setiap rencana investasi yang direkomendasikan oleh Komite Pengembangan Keuangan Haji BPKH kepada Dewan Pelaksana BPKH harus pula disampaikan kepada Dewan Pengawas BPKH untuk dinilai dan mendapat persetujuan.

Hal ini bertujuan memastikan rancangan investasi telah melalui kajian terkait berbagai aspek, seperti aspek jenis investasi, aspek hukum, imbal hasil investasi, dan risiko yang melekat, serta sesuai kebijakan dan prosedur internal BPKH, perundang-undangan, atau produk hukum terkait yang berlaku.

Dewan pengawas akan menyetujui setelah menilai rancangan tersebut. Proses persetujuan melalui mekanisme rapat gabungan badan pelaksana dan dewan pengawas. Sifat rapat gabungan antara keduanya memiliki kewenangan tertinggi terkait investasi keuangan haji. Proses check and balance dalam pengendalian risiko berjalan.

Evaluasi terus dilakukan dengan cara anggota badan pelaksana bidang investasi memberikan laporan tertulis kepada badan pelaksana mengenai pelaksanaan investasi dan risiko investasi sedikitnya setiap bulan. Laporan ini menjadi pertimbangan apakah divestasi investasi atau tetap dilanjutkan.

Laporan ini adalah sebagai bentuk pemantauan risiko dan pengendalian risiko. Kemudian menelaah kecukupan pengendalian internal dalam mengurangi dampak dari risiko yang sudah diidentifikasi serta menyusun rencana meningkatkan pengendalian risiko yang dirasakan belum efektif. Laporan ini dalam rangka mitigasi risiko dan tindakan yang diperlukan

Dengan mekanisme berlapis tersebut diharapkan upaya menjaga kepercayaan umat dalam pengelolaan dana haji dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, dan terpercaya. Badan pelaksana maupun badan pengawas digawangi tokoh-tokoh yang profesional dan memahami seluk-beluk investasi syariat.

Penyesuaian Biaya

Masalah pengelolaan dana haji yang terdampak pandemi Covid-19 dalam jangka pendek juga perlu dipikirkan solusinya. Dalam teori manajemen strategis, pada saat kondisi krisis atau perusahaan sedang mengalami penurunan kinerja bisnis (penurunan penjualan dan keuntungan), pilihan strategis pertama yang perlu dilakukan adalah efisiensi biaya.

Biaya-biaya operasional yang tidak perlu bisa dihilangkan atau dikurangi. Dalam konteks BPIH perlu penghitungan yang cermat oleh operator penyelenggara haji (Kementerian Agama) sehingga penggunaan nilai manfaat dari hasil investasi dana haji itu dapat terjaga kebrelanjutannya.

Secara empiris sudah empat tahun tidak ada kenaikan BPIH yang dibayarkan oleh jemaah sehingga opsi ini juga perlu dipertimbangkan. Opsi ini dipilih setelah ada kebijakan efisiensi biaya dan penghitungan ulang BPIH secara transparan dan disampaikan kepada publik.

Penyesuaian BPIH (yang dibayar oleh jemaah) tentu harus dilakukan dengan semangat meningkatkan kualitas layanan kepada para jemaah haji yang menjadi tamu Allah SWT di Tanah Suci sehingga cita-cita semua jemaah haji untuk menjadi haji yang mabrur bisa tercapai.  (Naskah ini hasil kerja sama Solopos dan BPKH)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya