SOLOPOS.COM - Ilustrasi larangan merokok. (Reuters)

Solopos.com, JAKARTA — Cukai hasil tembakau atau cukai rokok akan dinaikkan per 1 Januari 2022 dengan rata-rata kenaikan 12 persen. Khusus untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) kenaikannya 4,5 persen. Kenaikan cukai rokok itu memicu kenaikan harga rokok pada tahun depan.

Mengutip laman kemenkeu.go.id, Selasa (14/12/2021), Harga Jual Eceran (HJE) rokok tertinggi di kisaran Rp40.100 per bungkus isi 20 batang untuk kategori Sigaret Putih Mesin (SPM I) dari sebelumnya Rp35.800 per bungkus di tahun 2021.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kemudian, Sigaret Kretek Mesin (SKM I) dikisaran Rp38.100 per bungkus, SKM II A Rp22.800 per bungkus, SKM IIIB Rp22.800 per bungkus. Lalu ada SPM IIA Rp22.700 per bungkus, SPM IIIB Rp22.700 per bungkus.

Baca juga: Cobain Nih, 7 Cara Menghasilkan Cuan di Media Sosial

Sedangkan harga rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) IA Rp32.700 per bungkus, SKT IB Rp22.700 per bungkus, SKT II Rp12.000 per bungkus, SKT III Rp10.100 per bungkus. Lebih terperinci, kenaikan tarif cukai 2022 tertinggi dikenakan untuk golongan SKM sebesar 13,43 persen dan SPM sebesar 13,57 persen. Sedangkan SKT tarifnya terendah 3,5 persen.

Sebagai informasi, kebijakan menaikkan tarif CHT merupakan salah satu instrumen peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi agenda krusial dalam upaya peningkatan produktivitas nasional.

“Hari ini Bapak Presiden telah menyetujui dan sesudah dilakukan rapat koordinasi di bawah Bapak Menko Perekonomian, kenaikan cukai rata-rata rokok adalah 12 persen. Tapi untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT), Presiden meminta kenaikan 5 persen, jadi kita menetapkan 4,5 persen maksimum,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani secara daring dalam Press Statement Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022, Senin (13/12/2021).

Dampak terhadap Industri Tembakau

Dalam paparannya, Menkeu menjelaskan pengenaan cukai ditujukan sebagai upaya pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cukai. Kebijakan cukai juga mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan.

Baca juga: Waduh, Lebih dari Setengah Miliar Orang Jadi Miskin Gegara Bayar Perawatan Covid-19

Menkeu menyebut rokok menjadi pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan setelah konsumsi beras. Dilihat dari total pengeluaran, konsumsi rokok mencapai 11,9 persen di perkotaan dan 11,24 persen di pedesaan. Angka tersebut lebih rendah dari konsumsi beras namun lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk protein, seperti daging, telur, tempe, serta ikan.

“Sehingga rokok menjadikan masyarakat miskin. Harga sebungkus memang dibuat semakin tidak terjangkau bagi masyarakat miskin,” ujar Menkeu.

Dari sisi kesehatan, rokok memicu risiko stunting pada anak dan bisa memperparah dampak kesehatan akibat Covid-19 atau 14 kali berisiko terkena Covid-19 dibandingkan dengan bukan perokok. Di samping menimbulkan kerugian jangka panjang bagi perekonomian, rokok juga berdampak langsung pada kenaikan biaya kesehatan.

Baca juga: Tarif Cukai Rokok Dipangkas jadi Delapan Lapis, 239 Pabrikan Terdampak

Kebijakan CHT juga bertujuan untuk mengendalikan tingkat konsumsi rokok di masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak Indonesia usia 10-18 tahun turun minimal menjadi 8,7 persen di tahun 2024.

“Kita mencoba menurunkan kembali prevalensi berdasarkan RPJMN untuk mencapai 8,7 turun dari 9,1 persen dari 2018,” ujar Menkeu seperti tertulis di laman kemenkeu.go.id.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya