SOLOPOS.COM - Anak-anak SDN Kemukus Tanjungharjo Nanggulan mementaskan Tari Pecut di halaman Balai Desa Tanjungharjo, belum lama ini. (JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

Anak-anak SDN Kemukus Tanjungharjo Nanggulan mementaskan Tari Pecut di halaman Balai Desa Tanjungharjo, belum lama ini. (JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

Empat anak kecil berpakaian khas Jatilan masuk ke halaman dan menari-nari. Gerak mereka lincah berputar ke kanan dan kiri. Beberapa kali gerakan mereka tidak sama, hingga membuat formasi kacau. Namun, hal itu tidak dipedulikan dan mereka tetap berjingkrak sambil tersenyum.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

Tak berapa lama mereka menari, muncul dia penari lain dengan kostum yang lucu. Separuh badan ke bawah seperti rok polos, dan separuh badan ke atas termasuk muka penari, ditutup kain batik berbentuk segitiga terbalik. Di tengah sambungan dua kain tersebut, tepatnya di bagian perut penari, terpasang sebuah topeng.

Dengan kostum itu, penari yang juga anak-anak itu hanya bisa bergerak ke kanan dan ke kiri. Dari bentuk kostum saja, mereka sudah mengundang tawa penonton. Gerak mereka melambai ke kanan dan ke kiri cukup mengocok perut warga yang menyaksikannya, hingga tarian itu selesai.

Tari Pecut, demikian nama tarian itu. Pentas itu dilakukan siswa SDN Kemukus Tanjungharjo Nanggulan beberapa waktu lalu, di halaman balai desa Tanjungharjo. “Tarian ini menggambarkan keriangan anak-anak bermain,” ungkap guru tari SDN Kemukus, Florentina Suwaryati, pendamping para penari tersebut.

Suwaryati mengungkapkan, Tari Pecut merupakan seni tari kreasi yang diciptakan para guru tari Ikatan Guru Tari Bantul (IGTB). Tarian ini diharapkan bisa menghibur penonton dan membuat mereka tertawa. Karena bernuansa ceria, maka setiap gerak tari itu dibuat lincah dan lucu. Musik yang mengiringi juga sengaja dibuat dari rekaman gamelan yang menghentak-hentak.

Sedianya, Tari Pecut hanya dilakukan empat penari. Namun, ia menambahkan dua penari lain untuk menambah kegembiraan dan tidak berkesan monoton. “Agar mengundang tawa, kami membuat kostum lucu itu, yang menggambarkan reog cilik,” jelasnya.

Ia menuturkan, tari kreasi memang harus kreatif agar pesan yang ingin disampaikan bisa diterima penonton. Meski demikian, gerakan tari tidak boleh meninggalkan pakem tari khas daerah. Atas dasar itulah, setiap mengajar tari pada pemula, Suwaryati selalu mengajarkan tari-tari pakem dahulu. Jika sudah menguasai pakem tari, maka penari akan mudah belajar tari kreasi.

Karenanya, ia mengaku mudah mengajarkan tari ini kepada anak-anak kelas V dan VI tersebut. Menurut dia, mengajarkan tari pada anak-anak akan melatih mereka mencintai kebudayaan daerah. “Mencintai budaya sendiri harus diajarkan sejak kecil karena nantinya mereka akan menjadi generasi penerus di masa depan,” pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya