Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Selasa (22/1/2019)., Esai ini karya Bandoe Widiarto, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Solo.
Solopos.com, SOLO– Berdasarkan berita resmi Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi nasional 2018 tercatat 3,13% (year on year//yoy). Inflasi Kota Solo sebesar 2,45%.
Promosi Ayo Mudik, Saatnya Uang Mengalir sampai Jauh
Realisasi ini merupakan yang terendah di Jawa Tengah dan terendah kedua di Jawa untuk daerah-daerah yang menjadi sampel perhitungan inflasi serta menjadikan inflasi Kota Solo selama empat tahun berturut-turut lebih rendah dibandingkan inflasi nasional.
Pencapaian inflasi Kota Solo terutama disumbang oleh terkendalinya inflasi pada saat hari besar keagaamaan nasional. Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi yang penting sehingga menjadi kepedulian Bank Indonesia selaku Bank Sentral dan pemerintah pusat maupun daerah.
Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Inflasi yang tinggi dapat langsung mengurangi daya beli masyarakat dan daya saing suatu negara sehingga pada gilirannya menggerus tingkat kesejahteraan masyarakat secara luas.
Di tingkat mikro, kondisi tersebut akan memengaruhi keputusan konsumsi, produksi, maupun investasi pelaku usaha dan individu. Melihat besarnya dampak inflasi tinggi tersebut bagi masyarakat, merupakan suatu keharusan bagi semua pihak untuk menjaga inflasi tetap rendah dan stabil.
Secara umum, terdapat tiga kelompok penyebab inflasi, yaitu kelompok bahan makanan bergejolak (volatile food), kelompok barang yang harganya dikendalikan pemerintah (administered prices), dan kelompok inflasi inti yang dipengaruhi oleh permintaan, faktor eksternal, dan ekspektasi masyarakat.
Pembentukan Harga
Ekspektasi masyarakat terhadap inflasi ini berperan penting dalam pembentukan harga. Tindakan spekulatif yang dilakukan masyarakat seperti membeli barang secara berlebihan atau menimbun barang dapat berdampak negatif terhadap perkembangan harga di pasar.
Berdasarkan data historis, pergerakan inflasi Kota Solo cenderung dipengaruhi kelompok volatile food (antara lain beras, daging ayam ras, telur ayam ras, aneka bawang dan cabai) dan administered price (antara lain tarif angkutan udara, tarif angkutan antar kota dan bahan bakar minyak), terutama pada momen hari besar keagamaan nasional (Ramadan, Idul Fitri, perayaan Natal, dan tahun baru).
Pada kelompok inflasi inti, data historis menunjukkan tarif rumah sakit menjadi salah satu komponen yang secara konsisten memberikan andil inflasi yang cukup besar setiap tahun. Memerhatikan data historis dan risiko tersebut, pada 2018 Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota solo menjalankan strategi pengendalian inflasi yang bertumpu pada program kerja 4K.
Program kerja tersebut adalah ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif. Beberapa program aksi berhasil dilaksanakan oleh TPID Kota Solos elama 2018.
Ketika harga telur ayam ras melonjak naik, TPID merespons dengan mengadakan pasar murah bersama distributor utama telur sehingga berdampak harga telur turun sejak hari pertama pasar murah diadakan.
Referensi Harga
Menjelang hari besar keagamaan nasional, TPID bersama distributor pangan utama, pelaku usaha, dan perbankan menghadirkan Pasar Gotong Royong Bakdan Neng Solo pada Idul Fitri 1439 H dan Pasar Mirunggan Gotong Royong menjelang Natal.
Melalui kegiatan ini rantai pasokan dapat dipotong sehingga harga kebutuhan pokok masyarakat menjadi lebih rendah, mudah didapat, dan tetap dengan barang yang berkualitas.
TPID Kota Solo menghadirkan Kios Mirunggan TPID di Pasar Gede dan Pasar Nusukan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait berkomitmen menyediakan komoditas pangan yang berkualitas dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasaran.
Berbeda dengan pasar murah yang bersifat responsif, kios ini bersifat sebagai jangkar harga untuk membentuk referensi harga bagi masyarakat dan pedagang.
Dalam rangka mengelola ekspektasi inflasi masyarakat, TPID Kota Solo bersama tokoh agama dan tokoh masyarakat mengimbau masyarakat senantiasa belanja secara bijak dan bersama-sama ikut menjaga inflasi di daerah serta menggandeng lurah pasar untuk turut memantau pergerakan harga harian di seluruh pasar tradisional.
Sinergi adalah kata kunci atas kerberhasilan mengendalikan inflasi daerah pada 2018 selama empat tahun terakhir dan kunci atas suksesnya berbagai program aksi TPID selama ini. Di samping itu roadmap pengendalian inflasi yang disusun dan dilaksanakan dengan konsisten merupakan aspek strategis lainnya yang tidak dapat dikesampingkan atas keberhasilan mengendalikan inflasi di daerah.
Mengapa roadmap menjadi sesuatu yang penting? Hal ini didasarkan pada fakta pengendalian inflasi memerlukan extra effort yang terkoordinasi dan terencana dengan baik, serta komitmen penuh dari seluruh stakeholders, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Acuan Tunggal
Dengan keterkaitan kewenangan dalam pengendalian inflasi antara beberapa instansi baik pusat dan daerah maka roadmap akan senantiasa menjadi acuan tunggal dalam rangka harmonisasi kebijakan dalam rangka pencapaian sasaran inflasi nasional.
Roadmap pengendalian inflasi mencoba menjawab bagaimana koordinasi pengendalian inflasi dapat dilakukan dan langkah-langkah yang dapat diambil oleh para pihak yang terkait.
Pada tahun 2019 target inflasi telah ditetapkan pemerintah sebesar 3,5%+ 1%. Beberapa tantangan yang harus dihadapi antara lain pada kelompok volatile food, risiko inflasi terutama berasal dari faktor cuaca (musim kemarau) dan gangguan hama yang berpotensi menyebabkan gangguan produksi di sentra-sentra produksi.
Dengan koordinasi yang baik antardinas terkait, implementasi pengaturan pola tanam serta perbaikan sistem pengairan di daerah, diperkirakan tren inflasi pangan rendah dapat terus dijaga.
Pada kelompok administered prices potensi penyesuaian kembali harga bahan bakar khusus yang mengikuti pergerakan harga minyak dunia diperkirakan dapat menekan inflasi ke atas.
Kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif dasar listrik, bahan bakar minyak, subsidi dan cukai rokok hingga akhir tahun ini diperkirakan dapat menjaga tingkat inflasi kelompok ini.
Adapun pada kelompok inflasi inti, risiko inflasi diperkirakan berasal dari penyesuaian tarif jasa layanan kesehatan (tarif rumah sakit) dan UMP/UMK serta peningkatan permintaan sehubungan acara nasional pada tahun ini.
Meskipun terdapat beberapa tantangan di atas, inflasi akan tetap diarahkan sesuai dengan target dengan berbekal pengalaman dalam melakukan pengendalian inflasi dan tersedianya program 4K yang akan diselaraskan dengan roadmap pengendalian inflasi 2019.
Dengan terbangunnya sinergi antarpemangku kepentingan serta peran aktif masyarakat dalam ikut menjaga inflasi daerah kita patut optimistis inflasi 2019 tetap terjaga pada level yang rendah dan stabil.