SOLOPOS.COM - Kamera ETLE dengan dua lampu flash terpasang di dekat lampu traffic light di atas simpang empat Alun-alun Sasana Langen Putra Sragen, Senin (5/6/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Penerapan electronic traffic law enforcement (ETLE) atau tilang elektronik menjadi salah satu solusi dalam penegakkan aturan berlalu lintas di tengah terbatasnya personel Polri. Tantangannya saat ini adalah belum semua warga, terutama di kawasan perdesaan, melek dengan teknologi informatika.

Tantangan ini juga yang harus dihadapi aparat Polres Sragen yang telah menerapkan ETLE. Menyitir istilah yang biasa dipakai Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, polisi di Sragen harus greteh yang artinya terus-menerus mengingatkan, sosialisasi, tentang tertib berlalu lintas dan tentang adanya tilang elektronik itu. Selain greteh, polisi juga dituntut bisa memberi teladan atau contoh untuk taat dulu terhadap aturan berlalu lintas.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baur Tilang Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Sragen, Aiptu Lilik Jatmiko, mewakili Kapolres AKBP Piter Yanottama menyebut jumlah pelanggaran lalu lintas yang tertangkap kamera ETLE sepanjang Januari 2023 hingga Senin (5/6/2023) sebanyak 23.451 orang. Dari data tersebut, dokumen tilang yang tervalidasi hanya 13.586 kendaraan. Pemiliknya udah dikirimi surat tilang oleh polisi supaya bisa mengonfirmasi surat itu ke Baur Tilang Polres Sragen.

“Hingga Senin lalu, baru 5.726 orang yang sudah konfirmasi [42,15%] dari pelanggaran yang sudah tervalidasi,” ujarnya saat ditemui Solopos.com, Senin .

Artinya, masih ada 7.860 pelanggaran lalu lintas yang belum terkonfirmasi oleh warga yang melanggar lalu lintas. Padahal Satlantas, kata Jatmiko, sudah greteh melakukan sosialiasi lewat media sosial, seperti di Instagram. Satlanyas juga berani memblokir pelat nomor kendaraan di Samsat bagi pemilik kendaraan yang belum konfirmasi tilang elektronik dan membayar denda tilang.

“Yang tidak konfirmasi biasanya dari luar kota. Kadang masih ada yang nyepeleke, mbuh yak, karena motor atau mobilnya sudah dijual belum dibalik nama oleh pembeli. Dulu pernah ada orang yang baru beli motor bekas datang bahwa motornya tidak bisa dipajaki. Setelah dicek ternyata motor itu pernah kena tilang di Sukoharjo padahal pelatnya AD Sragen. Akhirnya ya mengurus tilang dulu ke Polres Sukoharjo,” kisahnya.

Seorang sopir ambulans di Sambirejo, Sragen, Sugiyono, menilai ETLE bagus demi efektivitas dan meminimalisasi budaya korupsi oknum di jalan. “Prinsipnya tertib berlalu lintas itu mestinya menjadi kebutuhan bersama. Menyadarkan masyarakat tentang hal itu harus terus disosialisasikan. Kultur kita ini enggan tertib sehingga harus dipaksa tertib biar terbiasa. Kalau tertib berlalu lintas tentu otomatis bisa menekan angka kecelakaan lalu lintas,” ujar pria 45 tahun ini.

Butuh Keteladanan

Dia mengatakan tidak semua pengendara di jalan itu melek teknologi. Maka sosialisasi harus terus digencarkan untuk membangun kesadaran tertib berlalu lintas. Dia menyebut UU No. 22/2009 itu bersifat administratif sehingga tidak heran bila banyak yang abai untuk tertib. Bagi dia, sosialisasi saja tidak cukup tetapi dibutuhkan keteladanan dari aparat penegak hukumnya.

“Saya pernah bareng di jalan tol saat mengemudikan ambulans. Kecepatan saya sudah 100 km/jam tetapi masih didahului mobil Polantas yang saya perkirakan kecepatannya kisaran 120 km/jam. Sebagus apa pun sistem itu kalau minim keteladan ya akhirnya diabaikan,” kata dia.

Dia menilai banyak yang tidak mau mengurus tilang elektronik karena belum merasakan langsung dampaknya. Baru setelah akan mengurus pajak, dendanya bisa banyak. Di sisi lain akumulasi denda itu membuat pemilik kendaraan enggan membayar pajak.

Ketua Forum Anak Sukowati (Forasi) Sragen, Lintang Angrenggani Kusuma Ratri, mengatakan ETLE sisi positif, namun ada juga kekurangannya. Sisi positifnya, menurut siswi Kelas XI SMA  ini, pengguna jalan semakin disiplin berkendara dan bisa mengurangi kecelakaan lalu lintas.

“Tetapi masih ada kekurangannya, yakni lokasi kamera ETLE belum menyeluruh terutama di sepanjang jalan kota. Dengan jumlah kamera ETLE yang terbatas maka banyak masyarakat yang akan menghindari dengan melewati jalan pintas lainnya,” ujarnya.

Lintang mengusulkan kepada polisi agar menggiatkan sosialisasi soal ETLE karena banyak masyarakat yang belum paham. Dia juga meminta pemasangan kamera ETLE diperbanyak, terutama di tempat-tempat strategis. “Saya yang masih anak-anak ini secara pribadi belum pernah menerima sosialisasi ETLE. Kalau sosialisasi tertib berkendaraan sudah pernah dilaksanakan polisi,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya