Solopos.com, SRAGEN — Melakukan perbuatan mulia seperti menolong orang lain kadang tak selamanya berjalan mulus. Hal ini pula yang dirasakan Banit Sat Intelkam Polres Sragen, Bripka Singgih Pambudi Rachmat. Ia adalah polisi yang memiliki kemampuan hipnosis atau melakukan hipnoterapi.
Banyak orang yang merasakan manfaat dari kemampuan yang dilakukan bapak dua anak ini. Seperti para santri di Pondok Pesantren & Rumah Asuh Daarul Muthola’ah, Kecamatan Kalijambe, Sragen yang kini lebih giat belajar dan menghafal Al Qur’an setelah ia hipnoterapi. Masih ada sejumlah kalangan lain yang merasa terbantu oleh Bripka Singgi.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Sayangnya, masih ada sejumlah orang yang antipati terhadap hipnoterapi. Mereka menganggap hipnoterapi itu perbuatan syirik. Singgih memastikan apa yang ia lakukan tak ada hubungannya sama sekali dengan jin dan klenik atau semacamnya. Hipnosis bekerja melalui alam bawah sadar dan semuanya bisa dijelaskan secara ilmiah.
Baca Juga: Ini Dia Bripka Singgih, Polisi Sragen Si Ahli Hipnosis
“Hipnosis seperti pisau, tergantung orang yang menggunakan. Seperti pisau bisa untuk memotong sayur namun bisa juga untuk melukai orang,” paparnya.
Ditemui pada Rabu (26/1/2022), Singgih menjelaskan hipnoterapi merupakan terapi hipnotis yang menggiring orang supaya orang tersebut dapat khusyuk atau fokus. Cara kerjanya dengan masuk ke alam bawah sadar seseorang. Pasien yang diterapi akan mendapatkan manfaat pengobatan atau motivasi, namun syaratnya harus mau terbuka atau pasrah.
Terapinya untuk para santri Ponpes Daarul Muthola’ah berasal dari sebuah kegiatan bakti sosial akhir tahun lalu. Dia mendapat sejumlah masalah yang dihadapi para santri, seperti malas, rasa terbebani sehingga sulit menghafal Al Quran hingga kecanduan gawai.
“Kami mengubah alam sadar mereka supaya ketika membuka Al Qur’an itu semangat,” kata pria ramah ini.
Baca Juga: Ungkap Kasus Tabrak Lari, 4 Anggota Satlantas Polres Sragen Raih Award
Ia lantas mengadakan hipnoterapi secara massal dengan melibatkan 30 santri selama 30 menit. Terapi massal dilakukan karena para santri tersebut memiliki masalah yang sama. Para santri itu dibuat tertidur beberapa saat, namun masih bisa mendengarkan suara. Singgih lalu memberikan motivasi kepada mereka sebelum terbangun. Tidak ada efek samping bagi pasien yang diterapi.
“Setelahnya, anak-anak timbul semangat belajar dan lebih giat. Tidak lagi tergantung kepada gadget,” klaimnya.