Anda bisa mencari berdasar kategori
atau judul berita
Masukan kata kunci

Takmir Masjid Agung Solo Miliki Tradisi Selama Ramadan

Takmir Masjid Agung Solo Miliki Tradisi Selama Ramadan
user
Senin, 19 April 2021 - 15:05 WIB
share
SOLOPOS.COM - Petugas menabuh beduk di Masjid Agung Solo, Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo sebelum Jumatan, Jumat (16/4/2021). (Solopos/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO–Sukimin, 74, menabuh beduk selama sekitar 30 menit di Masjid Agung Solo, Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo sebelum Salat Jumat, Jumat (16/4/2021).
Suara beduk menggema seolah memanggil para jemaah untuk ibadah salat Jumat. Sukimin menabuh kedua sisi beduk tersebut secara bergantian.
Beduk Masjid Agung biasa ditabuh lima kali sehari sebelum jam salat dengan durasi sekitar 15 menit. Jelang Salat Jumat, Bedug ditabuh sekitar 30 menit.
Sukimin menjelaskan Takmir Masjid Agung  memiliki tradisi menabuh beduk tengah malam khusus selama Ramadan. Dia bertugas membunyikan beduk menjelang Zuhur, Asar, dan Magrib saja.
Sekretaris Pengurus Masjid Agung, Abdul Basid Rochmad, mengatakan Beduk Masjid ditabuh pada tengah malam oleh petugas tata usaha atau satuan keamanan selama Ramadan. Beduk ditabuh selama 15 menit sampai 30 menit.
Menurut dia,  Ketua Takmir Masjid Agung Solo, M. Muhtarom, mendapatkan perintah dari istri Pakubuwono XIII untuk menabuh beduk setiap pukul 24.00 WIB. Menabuh beduk sebagai syiar Ramadan yang merupakan tradisi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo.
“Menjelang Subuh dihidupkan lagi ibadahnya. Ramadan diperbanyak ibadah dan dikurangi tidurnya. Kira-kira seperti itu maknanya,” kata dia.
Menurut dia, sebelumnya selama Ramadan, beduk masjid kadang ditabuh kadang tidak ditabuh oleh petugas. Keraton memantau masjid tidak dibunyikan secara konsisten sehingga meminta takmir Masjid Agung menabuh beduk setiap malam.
“Raja kan biasanya tirakatan atau ibadahnya malam ketika [takmir] Masjid Agung sudah membunyikan beduk,” papar dia.
Basid menjelaskan beduk berdiameter kira-kira 1,5 meter tersebut ada sejak zaman Pakubowono X untuk membantu suara azan sebagai tanda waktu salat karena belum ada pengeras suara. Beduk terbuat dari kayu jati utuh yang dilubangi dan kulit sapi sebagai penutup lubang.
“Kulit sapi sudah beberapa kali diganti mungkin bisa 10 tahun sekali atau diganti jika dilihat tidak indah lagi. Diganti terakhir oleh keraton tiga sampai empat tahun lalu. Yang mengganti merupakan donatur dari Jepang,” kata dia.
Menurut dia, banyak jemaah yang istirahat atau tidur di bawah beduk. Dia mengatakan dari penjelasan warga yang tidur di bawah beduk, area tersebut memiliki suasana yang berbeda dibandingkan area serambi Masjid Agung Solo lainnya sehingga menjadi lokasi favorit.

Solopos Stories
Rekomendasi
Berita Lainnya

Koran Solopos


Berita Populer

Dapatkan akses tak terbatas
Part of Solopos.com
ISSN BRIN