SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Di sudut sebuah perkantoran, Lily, seorang karyawati masih asyik di depan komputer. Padahal saat sedang waktunya isirahat. Semua temannya pada heran dengan perubahan ini. Sebab selama ini mereka mengenal Lily sebagai sesosok wanita shopaholic atau gila belanja. Dia hampir selalu pergi ke mal sesaat istirahat kantor.

“Tumben, kau di kantor, gak nge-mall?” tanya seorang temannya.
“Sorry friend aku sudah gak shoping di mal lagi, capek lagian macet di jalan. Mending buka internet cari toko online. Lebih hemat biaya dan praktis. Termasuk dalam pembayarannya, lebih simpel, kan ada e-banking,” jawab Lily enteng.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Lain lagi cerita yang dialami Arman, yang terpaksa harus berpisah dengan sang istri karena tugas. Untuk mengirimkan uang kebutuhan keluarga, Arman kadang kerepotan mencari mesin ATM, mengingat daerah tempatnya bertugas lumayan terpencil. Namun masalah Arman tersebut terurai saat dia menggunakan e-banking.

Roda kehidupan terus menggelinding lengkap dengan perubahan di segala lini. Keadaan semakin menuntut setiap orang untuk bergerak cepat, tak terkecuali di bidang perbankan.

Dengan semakin cepatnya perubahan dan gaya hidup, gejala ini tentu saja harus ditangkap oleh perbankan kepada para nasabahnya. Tidak bisa dipungkiri tipe nasabah perbankan berbeda dengan nasabah beberapa tahun silam dimana penggunaan internet belum booming seperti sekarang ini.

Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sampai dengan tahun 2010 ini jumlah pengguna internet di negeri ini sudah mencapai 45 juta.

Dan tentu saja angka ini akan terus meningkat, seiring dengan semakin terjangkaunya internet dan semakin banyaknya orang yang melek teknologi. Sementara pertumbuhan pengguna internet di ponsel, menurut Dirjen postel, tak kalah cepatnya.

Hal itu bisa dilihat dari jumlah pelanggan telekomunikasi seluruh operator di Tanah Air yang kini sudah mencapai 170 juta. Mereka juga mentargetkan separuh penduduk Indonesia sudah memiliki internet pada 2015 nanti.

Hal ini sudah pasti sangat berpengaruh terhadap perkembangan e-banking. Di Indonesia e-banking kali pertama mulai dikenalkan oleh Bank Internasional Indonesia (BII) pada September 1998. Langkah ini kemudian diikuti oleh bank-bank lain seperti Bank Niaga, Bukopin, Mandiri, BCA dan lain-lain.

Layanan electronic banking atau yang lebih dikenal sebagai e-banking adalah alternatif media untuk melakukan transaksi perbankan, selain di kantor bank sendiri dan authomated teller machine (ATM).

Cara menikmati fasilitas e-banking pun tak sulit. Bagi nasabah yang memiliki rekening tabungan atau
giro biasanya dapat mengajukan layanan e-banking, yang meliputi internet banking, mobile banking, phone
banking atau sms banking.

Keunggulan transaksi dengan e-banking dibanding dengan cara konvensional yang paling menonjol adalah dengan e- banking, nasabah tak perlu lagi membuang waktu pergi ke luar rumah untuk kemudian antri di kantor-kantor bank atau ATM, jika ingin melakukan transaksi perbankan.

Mereka cukup membuka internet atau memakai  handphone dan semua transaksi beres. Berbagai layanan pun bisa dilakukan dengan e-banking seperti transfer dana antar rekeningmaupun antar bank, pembayaran tagihan, pembelian pulsa isi ulang, ataupun pengecekan mutasi dan saldo rekening.

Pelayanan dan perlindungan

Kemudahan-kemudahan dalam bertransaksi melalui internet memang tampaknya mendapat sambutan yang sangat positif oleh para nasabah perbankan. Hal ini bisa dilihat dari pertambahan penguna layanan e-banking yang terus mengalami peningkatan.

Berdasar data Bank Indonesia, nasabah yang bertransaksi melalui internet banking pada 2009 mencapai 2,5 juta, ini jauh lebih besar dari nasabah 2008 yang hanya mencatat 1,5 juta nasabah. Dari sisi nilai transaksi tentu saja juga mengalami pertumbuhan. Jika selama 2008 tercatat senilai Rp 207 triliun dari 79 juta transaksi, maka selama 2009, nilai itu meningkat tajam menjadi Rp 1.502 triliun yang berasal dari lebih 250 juta transaksi.

Potensi tersebut tak pelak mendorong pihak bank untuk terus berlomba-lomba menyediakan layanan e-banking. Menurut Ida Rumondang, peneliti senior Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia, pada 2005 terdapat 18 bank yang menyediakan layanan tersebut, baik untuk corporate maupun untuk individu. Pada 2009, jumlah bank yang memberikan layanan tersebut meningkat menjadi 32 bank.

Disinilah kompetisi antar bank dimulai. Para nasabah tentu akan memilih bank yang memberikan layanan dan perlindungan yang prima. Pihak bank harus menangkap kebutuhan nasabah secara lebih jeli. Dengan beragamnya kebutuhan nasabah tentu saja diharapkan bank juga memiliki layanan lengkap di dalam e-banking yang ditawarkan.

Tidak sekadar transfer, cek saldo, pembayaran tagihan, pihak bank harus terus berinovasi memberikan layanan lainnya, semisal travelers cheque, bank draft, western union, pembayaran tv kabel, zakat & infak atau informasi semacam seperti kurs, daftar transfer, kotak email dan lainnya. Pihak bank secara proaktif juga harus responsif terhadap komplain dan saran terhadap layanan mereka.

Satu hal yang tak kalah penting adalah memberikan keamanan kepada nasabah pengguna e-banking. Mengingat begitu besarnya nilai transaksi yang terjadi di e-banking, e-banking sangat menarik minat orang-orang yang tidak bertanggung jawab, khususnya para hacker di dunia maya, untuk mengambil keuntungan. Untuk itu,pemberian perlindungan terhadap nasabah pengguna e-banking mutlak diperlukan. Perlindungan ini juga merupakan bagian dari manajemen risiko bank dalam melaksanakan aktivitas e-banking.

Risiko yang kemungkinan dialami para pengguna e-banking antara lain, pencurian data finansial dari database bank yang kemungkinan kurang terisolasi, nasabah mendapatkan informasi yang tidak jelas atau bahkan tidak akurat melalui internet dan juga yang terkadang menyebalkan adanya pencurian identitas oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Untunglah untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan tersebut, sejak 2007 BI memberlakukan regulasi penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi bagi bank umum. Sementara penerapannya wajib disesuaikan dengan tujuan kebijakan usaha, ukuran, dan kompleksitas usaha bank. BI juga menekankan pentingnya bank memahami tujuan pengamanan informasi dalam teknologi, yaitu confidentiality, integrity dan availability.

Pemerintah dalam hal ini BI, juga telah memberi patokan terkait prinsip pengendalian pengamanan atas aktivitas e-banking meliputi internet banking, antara lain authentication, non-repudiation, dual control, pengendalian terhadap otorisasi dan hak akses, integritas data dan informasi serta kerahasiaan.

Untuk pengendalian terhadap otorisasi dan hak akses, bank-bank  dituntut menerapkan teknologi pengaman tambahan. Misalnya bank bisa menerapkan  sistem firewall untuk pembatasan akses. Pengamanan berlapis ini, tentu saja ditambah dengan keamanan yang dipunyai oleh setiap nasabah berupa identitas pengguna (user ID) dan PIN. Ditambah lagi dengan program Secure Sockets Layer (SSL) 3.0 dengan sistem pengacakan 128 bit. Pengaman tersebut oleh bank harus disesuaikan dengan standar internasional.

Sistem internet banking pun harus dilengkapi dengan session time out yang otomatis log off. Bank bisa juga yang memanfaatkan dynamic PIN sebagai alat tambahan untuk transaksi finansial. Sistem teknologi ini menghasilkan kombinasi angka yang berubah-ubah setiap kali nasabah melakukan transaksi.



Dengan sistem keamanan dan perlindungan yang baik, diharapkan nasabah akan merasa aman dan tenang dalam bertransaksi dengan e-banking. Namun demikian, kesalahan atau keteledoran nasabah itu sendiri. Di sinilah pentingnya peran bank untuk memberikan edukasi kepada nasabahnya baik secara langsung maupun tidak langsung.  Apalagi terkadang masalah yang terjadi bukan memperdayai sistem melainkan nasabah itu sendiri.

Agar tidak terjadi kesalahpahaman, bank secara detail juga harus menjelaskan hasil verifikasi yang dilakukannya. Kalaupun bank memang salah bank harus bersikap ksatria mengakui kesalahan dan mengganti kerugian yang dialami nasabah.

Namun sebaliknya jika ternyata nasabah yang salah atau teledor, sebaiknya permasalahan itu cepat diselesaikan dengan tepat dan cepat dengan tetap menghargai nasabah sebagai konsumen yang harus dilayani dengan baik. Hal ini untuk menghindari adanya nasabah yang mengungkapkan masalahnya dalam surat terbuka di media yang bisa mempengaruhi citra dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank itu sendiri.

Perpaduan pelayanan dan keamanan ini jika dilakukan dengan baik, bersinergi dan akuntable, sudah pasti bisa menjadi kekuatan yang dahsyat untuk memenangkan kompetesi antar bank di masa depan. Yang memberikan pelayanan dan keamanan terbaik sudah pasti itulah yang akan didatangi nasabah. Jika bank yang bisa memberikan pelayanan prima dalam e-bankng, di masa depan sudah pasti bank itu akan mampu bersaing.

Oleh: Anik Sulistyawati
Wartawan SOLOPOS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya