SOLOPOS.COM - Chelin Indra S (Solopos/Istimewa)

Berburu takjil menjadi rutinitas yang seru selama Ramadan. Bukan hanya kaum muslim yang sibuk mencari kudapan untuk disantap saat berbuka puasa. Pada Ramadan kali ini, perburuan takjil juga dilakukan penganut agama lain hingga muncul istilah takjil war atau perang takjil. Ada juga yang menyebut war takjil.

Bagi saya secara pribadi yang juga sering terlibat dalam takjil war, fenomena ini menjadi momen indah yang sayang dilewatkan di tengah semarak Ramadan. Bermodalkan meja atau etalase kecil, banyak warga mendadak mengadu keberuntungan menjadi pengusaha aneka kudapan untuk berbuka puasa ini. Dari gorengan, aneka kue basah, hingga kolak yang diperebutkan para pembeli hingga menyebabkan lalu lintas di sejumlah ruas jalan di pinggiran kota mungkin tersendat.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Tapi dari aktivitas rakyat kecil ini menimbulkan keseruan tersendiri sampai mengundang antusiasme berbagai kalangan, termasuk di luar pemeluk Islam. Fenomena berburu takjil ini ternyata mampu meluruhkan sekat perbedaan keyakinan. Menariknya, mereka yang nonmuslim ini justru rela mengantre bahkan mencuri start lebih dulu untuk memulai perburuan aneka kudapan lezat khas Ramadan sampai menjadi viral di media sosial.

Sejumlah influencer di media sosial sering kali menunjukkan aktivitas mereka saat takjil war. Kini, aktivitas berburu takjil bukan lagi hanya menjadi milik warga muslim yang sedang menjalankan puasa, tetapi juga melibatkan warga nonmuslim.

Aneka kudapan mulai dari gorengan, kue basah, kue kering, es buah, kolak, serta aneka kudapan manis lain yang biasa disantap saat berbuka puasa memang menggugah selera semua orang, baik muslim maupun bukan.

Makanan selalu berkaitan erat dengan etnis, daerah, budaya, dan agama. Di sisi lain, makanan juga mengandung aspek budaya yang sifatnya universal. Itulah sebabnya makanan selalu dapat menyatukan dan menghangatkan suasana di setiap kesempatan, termasuk saat Ramadan. Mungkin hal ini juga yang membuat banyak orang nonmuslim ikut berburu takjil hingga menjadi fenomena takjil war yang populer di media sosial.

Takjil adalah sebutan untuk makanan dan minuman yang disantap saat berbuka puasa. Takjil menjadi berkah tersendiri bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Banyak orang yang mendadak menjadi pedagang takjil saat Ramadan tiba. Hal ini lantaran pasar takjil selalu ramai diserbu pembeli setiap sore menjelang buka puasa.

Tak tanggung-tanggung, satu pembeli bisa menghabiskan uang Rp20.000 hingga Rp40.000 untuk membeli takjil. Wajar saja, siapa yang tidak tergoda melihat aneka makanan yang digelar di lapak pedagang setiap sore.

Ramadan memang mengubah rutinitas banyak orang, termasuk pola makan. Orang non-muslim yang tidak ikut berpuasa sekalipun terkadang dibuat kebingungan mencari warung makan yang buka di pagi maupun siang hari selama Ramadan. Sebab, para pedagang lebih memilih membuka lapak di sore hari saat takjil war dimulai.

Menyatukan

Takjil war mematahkan isu miring tentang intoleransi di Indonesia. Fenomena ini justru memperlihatkan masyarakat Indonesia yang sangat rukun dan harmonis.  Apalagi relasi antaragamna di Indonesia sejatinya sudah terjalin sejak lama, bahkan dalam skala besar, yaitu keberagaman dan keragaman.

Aneka kudapan manis gurih ini pun menjadi pemersatu bangsa. Semua orang punya hak yang sama berburu makanan ini, tanpa peduli suku, agama, ras, maupun kelas social. Dari yang muslim hingga nonmuslim. Dari yang naik mobil mewah hingga sepeda motor matik yang menjadi andalan ibu-ibu berdaster.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad menilai fenomena takjil war tersebut menjadi bukti kerukunan antarumat beragama. Hal ini pun membawa berkah dan manfaat bagi penjual takjil sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat.

Pada akhirnya takjil war bukan pemandangan biasa selama Ramadan apalagi sekadar viral untuk konten di media sosial, melainkan memiliki makna mendalam. Meski harus berebut dan berdesakan, momen ini memberikan kepuasan tersendiri bagi orang yang melakukannya. Bukan hanya bagi umat muslim, tetapi juga pemeluk agama lain ikut menambah semarak Ramadan. Fenomena takjil war sekaligus menguatkan pernyataan bahwa Ramadan adalah bulan penuh berkah bagi semesta.

(Artikel ini telah dimuat di Koran Solopos edisi 23 Maret 2024. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya