SOLOPOS.COM - Kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Kota Solo. (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Tahukah Anda Solo pernah menjadi Daerah Istimewa Surakarta atau DIS sama seperti Yogyakarta?

Hal tersebut terjadi pada September-Oktober 1945. Kala itu, pada 18 Agustus 1945, Pakubuwono XII dan Mangkunagoro VII mengirimkan ucapan selamat atas diraihnya Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca Juga: Sukmawati Soekarnoputri Pindah Agama Hindu, Sudah Dapat Izin Paundra?

Ucapan tersebut juga dikirimkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII dan ditujukan kepada Soekarno serta Bung Hatta.

Atas ucapan selamat itu, Soekarno sebagai Presiden RI I mengeluarkan Piagam Kedudukan yang menetapkan Pakubuwono XII, Mangkunagoro VIII, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII pada kedudukannya masing-masing. Artinya, mereka diberi kewenangan kepada daerahnya masing-masing sebagai bagian dari Indonesia.

Baca Juga: Kenapa Solo Tidak Jadi Daerah Istimewa Seperti Yogyakarta?

Dalam penelitian yang dikeluarkan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang berjudul Pengakuan Kembali Surakarta sebagai Daerah Istimewa dalam Perspektif Historis dan Yuridis, munculnya piagam tersebut disambut baik oleh para raja itu. Bahkan, Pakubuwono XII dan Mangkunagoro VII mengeluarkan maklumat yang berisi Surakarta Hadiningrat alias Solo bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Republik Indonesia.

Daerah Istimewa Surakarta atau Solo dan Yogyakarta ini juga diatur dalam UU Nomor 1/1945. Dalam pasal 1 disebutkan Komite Nasional Daerah diadakan di Jawa dan Madura (kecuali di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta) di Karesidenan di kota berautonomi, Kabupaten dan lain-lain daerah yang dipandang perlu oleh Menteri Dalam Negeri.

Baca Juga: Ini Hari yang Bagus Berhubungan Suami Istri Menurut Islam, Malam Jumat?

Alasan Daerah Istimewa Surakarta Dihapuskan

Lalu, kenapa Daerah Istimewa Surakarta dihapuskan?

Sejarawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Djoko Suryo mengatakan sejak Kota Solo menjadi daerah istimewa, terjadi gerakan-gerakan revolusi sosial yang juga muncul di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatra Utara, hingga pantura Jawa.

“Tapi kemudian dalam perjalanan sejarah, ada yang membedakan nasib Surakarta dan Yogyakarta, terjadi peristiwa, yakni terjadi gerakan-gerakan revolusi sosial yang merupakan gerakan antiswapraja [antifeodalisme],” ungkap Djoko, sebagaimana diberitakan Solopos.com sebelumnya.

Baca Juga: 5 Jurusan Kuliah yang Menjanjikan Gaji Tinggi dan Cepat Dapat Kerja

Bahkan, kelompok dalam gerakan tersebut menculik dan membunuh Pepatih Dalem Kasunanan KRMH Sosrodiningrat. “Saat itu Surakarta menjadi kacau. Kala itu, yakni pada Januari 1946, Yogyakarta menjadi ibukota Republik,” imbuh Djoko.

Djoko berpendapat, kala itu Sunan di Surakarta masih muda sehingga tidak sesigap Sultan di Yogyakarta di awal-awal bergabungnya dengan Republik ini. Sehingga muncul ketidakpuasan dari gerakan antiswapraja.

Baca Juga:  Siapa Lele PUBG Gamers, Wanita Cantik Terlibat Video Mesum 13 Detik?

Akibat adanya gerakan yang menimbulkan penculikan dan kekerasan terhadap sejumlah pejabat Kasunanan, Daerah Istimewa Surakarta (DIS) dibubarkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya