SOLOPOS.COM - Salah satu Quick Response Code Indonesian Standard atau biasa disingkat QRIS yang tertempel di warung di Kota Solo, Jumat (27/1/2023). (Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, SOLO — Quick Response Code Indonesian Standard atau biasa disingkat QRIS (dibaca Kris) memang cukup jamak ditemui di Kota Solo.

Kemudahan transaksi non-tunai yang ditawarkan dalam melakukan transaksi tersebut menjadi daya tarik tersendiri. Meski demikian, tidak semua bisa menikmati layanan QRIS.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Mereka yang masih belum bisa menggunakan layanan QRIS di antaranya penjual kelontong, atau beberapa tempat jualan yang memiliki kebijakan tertentu untuk tidak menggunakan QRIS.

Kendala yang dialami salah satunya karena belum membuat rekening di bank.

Salah satu pedagang yang belum menggunakan QRIS adalah Sunyoto. Pedagang toko bahan pokok miliknya belum bisa menggunakan QRIS karena dirinya belum memiliki rekening bank.

Selain itu, menurut pria berusia 54 tahun ini pembeli yang datang ke tokonya di daerah Jebres rata-rata membayar dengan uang tunai.

“Saya memang belum bikin QRIS karena tidak ada rekening di bank, pun kalau mengurus untuk buka rekening di bank saya tidak punya waktu. Toh para langganan yang beli di sini rata-rata belinya pakai uang tunai dari mulai beli rokok sampai beli peralatan mandi,” ucapnya kepada Solopos.com pada Jumat (27/1/2023).

Mengenai keinginan untuk menggunakan QRIS ke depannya, Sunyoto mengaku belum memikirkan hal tersebut. 

“Ke depannya masih belum tahu mau pakai QRIS atau enggak karena ya itu saya belum ada rekening di bank, dan uang yang didapat itu hanya cukup buat kulak dan ditabung sedikit-sedikit di toples,” ucapnya.

Berbeda dengan Sunyoto, Rahmat Wibisono, penjual makanan di daerah Sumber mengaku memang sengaja tidak memasang QRIS di tempatnya berjualan.

Baginya, QRIS cukup menyulitkan dalam menghitung penjualan dan pemasukan.

“Dulu sempat memasang QRIS di sini, tetapi justru perhitungan penjualannya jadi berantakan, beberapa kali ada miss antara data penjualan sama yang di QRIS dari segi nominal pendapatan. Maka dari itu saya lepas dulu untuk QRIS nya,” ujar pria berusia 41 tahun ini.

Ia juga mengaku masih mempertimbangkan untuk memasang kembali QRIS jika perhitungan cash flow di warungnya sudah lebih baik.

“Tentu pengen masang QRIS lagi karena pelanggan juga banyak yang menanyakan dan memang lebih mudah sekarang untuk pembayarannya non-tunai. Tetapi melihat lagi perhitungan cash flow-nya apakah sudah bisa berjalan dengan baik,” ujar Rahmat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya