SOLOPOS.COM - Puncak acara Sekaten 2019 di halaman Masjid Agung, Solo, Sabtu (9/11/2019). (Solopos-Sunaryo Haryo Bayu)

Solopos.com, SOLO — Setelah dua tahun vakum akibat pandemi Covid-19, Sekaten yang merupakan tradisi tahunan Keraton Solo untuk menyambut Maulud Nabi SAW akan digelar kembali pada tahun ini.

Kepastian digelarnya kembali Sekaten sebelumnya diungkapkan Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, KRA Dani Nur Adiningrat, saat diwawancarai Solopos.com belum lama. Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Takmir Masjid Agung Solo, Abdul Basid Rochmad, saat diwawancarai Solopos.com mengenai revitalisasi Pagongan masjid tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Abdul Basid mengatakan revitalisasi Pagongan atau Bangsal Pradonggo atau Bangsal Sekati merupakan salah satu persiapan menjelang upacara Sekaten yang rencananya berlangsung pada September mendatang. Bangunan itu untuk meletakkan gamelan Sekaten yang dibunyikan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Abdul Basid kemudian menceritakan awal mula munculnya tradisi Sekaten di Keraton Solo. Menurutnya, para ulama pada masa lalu melakukan berbagai upaya untuk menarik masyarakat ke masjid dengan menciptakan tradisi.

Pada waktu itu, budaya Hindu dan adat gamelan begitu melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. “Gamelan tidak dihilangkan tapi dimanfaatkan sebagai media syiar Islam. Ya sudah setiap hari lahirnya Nabi diadakan peringatan Sekaten,” katanya saat ditemui Solopos.com di Kompleks Masjid Agung Solo, Minggu (24/7/2022).

Baca Juga: Asyik! Tahun Ini Tradisi Sekaten Kembali Digelar di Keraton Solo

Gamelan untuk Syiar Islam

Dia mengatakan para ulama memakai gamelan serta tembang macapat dalam syiar Islam. Tembang itu terinspirasi dari hadis serta Alquran sampai akhirnya masyarakat tertarik ke masjid.

“Datang ke masjid, kami memberikan pengajian, dibunyikan gamelan, diberikan pengajian, dibunyikan gamelan lagi. Akhirnya banyak yang bersyahadat. Makanya acara itu dinamakan syahadatain namun oleh masyarakat karena sulit mengucapkan syahadatain jadi sekaten,” ungkapnya mengenai sejarah tradisi Sekaten di Keraton Solo.

Dia mengatakan warga datang ke Keraton Solo untuk menyaksikan tradisi membunyikan gamelan dan masyarakat masuk Islam. Proses itu menjadi akulturasi budaya. 

Baca Juga: Pagongan Masjid Agung Keraton Solo Direvitalisasi, Persiapan Sekaten?

Berdasarkan arsip Masjid Agung Solo, sekaten berasal dari kata sekati yang artinya setimbang atau seimbang. Dengan demikian, perayaan sekaten berarti peringatan agar seseorang hidup dengan cermat menimbang atau menilai hal yang baik dan yang buruk. 

Kata sekaten juga berasal dari sekat yang artinya batas. Maksudnya orang hidup harus dapat membatasi diri untuk tidak berbuat tidak baik, tahu batas-batas kebaikan dan kebatilan.

Ditilik dari bahasa Arab, sekaten yang kemudian menjadi tradisi di Keraton Solo dapat berasal dari sejumlah kata, antara lain sakatain yang artinya menghentikan atau menghindari dua perkara, yakni sifat lacur, pengecut, dan menyeleweng, melanggar aturan atau hukum.

Baca Juga: 5 Ritual Unik di Solo yang Masih Lestari Hingga Sekarang

Selanjutnya sakhatain, artinya menghilangkan dua perkara, yakni watak hewan dan sifat setan. Karena watak itu sumber kerusakan; hewan biasanya senang merusak, dan setan merupakan musuh nyata manusia serta selalu mengajak kepada permusuhan atau pertengkaran, bahkan kesesatan.

Garebek Sekaten

Kemudian sakhotain, yakni menanamkan dua perkara, yaitu selalu memelihara budi suci atau budi luhur, dan selalu menghambakan diri kepada Tuhan agar hati menjadi bersih, lunak, dan tenang (mutmainah).

Lalu Syahadatain, artinya meyakini kebenaran dua perkara, yaitu syahadat tauhid yakni pernyataan keyakinan atas adanya Allah SWT, dan syahadat rasul, yakni pernyataan keyakin bahwa Nabi Muhammad SAW utusan Allah.

Baca Juga: Grebeg Besar Keraton Solo Masih Jadi Ajang Cari Berkah, Ini Kata Warga

Ajaran Islam menjelaskan Nabi Muhammad SAW merupakan rasul pembawa ajaran Islam yang merupakan sumber kebenaran di muka bumi. Dalam ajaran Islam juga disebutkan bahwa manusia harus selalu bersyukur atas segala sesuatu yang telah diberikan Tuhan.

Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sebagai kerajaan Islam secara rutin memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW dan mengungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Untuk itu, diselenggarakan upacara tradisi Garebek Sekaten di Keraton Solo. 

Salah satu upacara tradisional itu bertahan hingga kini sejak berabad-abad lalu. Upacara yang sarat dengan simbol-simbol tersebut diadakan setiap tahun sekali sekaligus sebagai sarana dakwah agama Islam yang dilaksanakan di serambi Masjid Agung Solo. Bentuk kegiatan berupa ceramah serta kegiatan dan lomba-lomba Islami.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya