SOLOPOS.COM - Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri. (Antara/HO-Humas KPK)

Solopos.com, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan KPK tak perlu lagi meminta izin Dewan Pengawas dalam upaya penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Terkait putusan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik.

"Terkait dikabulkannya sebagian permohonan dalam putusan MK, kami sambut baik putusan MK terkait penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan oleh KPK," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya, Kamis (6/5/2021).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ali mengatakan KPK akan melaksanakan putusan tersebut dengan menyesuaikan kembali beberapa mekanisme proses kegiatan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan tersebut.

"Kami memastikan segala proses tindakan pro justitia dalam rangka penegakan hukum penyelesaian penanganan perkara tersebut dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku," ucap dia.

Baca Juga: Usman Hamid: Tes Wawasan Kebangsaan Jangan Jadi Alat untuk Singkirkan Pegawai KPK Yang Berseberangan

KPK pun mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang menjadi pemohon dalam proses judicial review atau uji materi terkait Undang-Undang KPK hasil revisi.

"Kami yakin semua pihak yang terlibat menjadi pemohon bertujuan untuk terus memperkuat dan mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Ali.

Dewas (Dewan Pengawas) KPK pun mengharapkan kinerja penindakan KPK lebih baik lagi pasca putusan MK tersebut.

"Tentang apakah KPK akan menjadi lebih kuat dengan dicabutnya tugas Dewas memberikan izin tersebut, tentunya kami lihat dalam pelaksanaannya ke depan. Harapannya tentu akan lebih baik," kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean.

Baca Juga: Uji Materi UU KPK: Penyadapan, Penggeledahan, dan Penyitaan Tak Lagi Izin Dewas

Tumpak menyatakan Dewas menghormati putusan MK tersebut dan memastikan tugas dewas lainnya tetap dilakukan secara efektif.

Uji Materiil

Sebelumnya dalam amar putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan nomor pokok perkara 70/PUU-XVII/2019.

Gugatan diajukan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid dan kawan-kawan.

MK menyatakan Pasal 12B, Pasal 37B ayat (1) huruf b, dan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Baca Juga: Dewan Pengawas KPK Tak Bertaji Karena UU Baru, Mulai Wewenang Tak Diatur Hingga Tak Bisa Beri Sanksi

Atas putusan itu, upaya penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang dilakukan KPK tak perlu lagi mengajukan izin, namun cukup dengan memberitahukan kepada Dewas KPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya