SOLOPOS.COM - Patung Singa Merlion di Singapura (Sumber:Freepik.com)

Solopos.com, BANJARNEGARA — Sementara kasus Covid-19 di Indonesia menanjak  dan pemerintah Indonesia menerapkan pembatasan skala darurat, Singapura justru mendeklarasikan akan hidup berdampingan dengan Covid-19 dan menganggap penyakit yang telah menjadi pandemi global sebagai penyakit flu dan demam biasa.

Kabar ini menghebohkan masyarakat Indonesia dan ingin situasi di Singapura itu diterapkan di Indonesia, salah satunya adalah Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono. Dirinya dikabarkan akan meniru kebijakan pemerintah Singapura untuk mengajak warganya hidup berdampingan dengan Covid-19.

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Melalui penelusuran Solopos.com di berbagai sumber, Budhi mengatakan jika mendapat restu dari Presiden melalui surat terkait otonomi daerah dalam penanganan pandemi, dirinya akan menerapkan kebijakan pemerintah Singapura tersebut.

Baca Juga : Tingkatkan Imun, Nakes & Pasien di Banjarnegara Dipasok Susu

Melalui wawancaranya dengan beberapa media pada 2 Juli lalu, Budhi mengatakan bahwa Covid-19 hanyalah penyakit influenza dan demam biasa dan sesak itu dikarenakan penyakit jantung yang tinggal diberi ring saja. Dia juga berpendapat bahwa obat generic biasa bisa mengobati Covid-19.

Pernyataan ini terlontar karena dirinya menganggap selama ini isu Covid-19 ini ditanggapi terlalu berlebihan, dirinya juga beranggapan bahwa Covid-19 tidak ada, yang ada hanyalah penyakit demam, batuk dan flu biasa. menurut Budhi, nama virus Corona itu sudah muncul sejak 2014 dan telah disebutkan dalam buku pelajaran kelas 2 SMP

Selama pandemi, Budhi sengaja tak banyak mengalihkan dana atau refocusing anggaran APBD untuk penanganan Covid-19. Sebaliknya, dirinya lebih memilih memperbanyak proyek infrastruktur dalam membangun daerahnya.

Baca Juga : Warung di Batang Ini Gratiskan Hidangan untuk Pasien Covid-19

Sementara itu, dilansir dari Detik.com, Rabu (7/7/2021), pakar kesehatan mengingatkan pemerintah untuk tidak ikut-ikutan dengan kebijakan pemerintah dari negara lain untuk menganggap  Covid-19 sebagai penyakit epidemi biasa, seperti yang dilakukan Singapura.

Melalui akun Twitter, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Profesor Zubairi menjelaskan bahwa kondisi di Singapura tidak bisa disamakan dengan di Indonesia karena banyak pekerjaan rumah yang masih belum terselesaikan.

Pekerjaan rumah itu diantaranya adalah testing yang masih rendah, ditambah merebaknya varian Delta yang memiliki karakteristik yang lebih menular. Belum  lagi, kondisi rumah sakit di Indonesia yang belakangan ini overcapacity dan diprediksi menuju ‘kolaps.’. Singapura dengan populasi kurang lebih 5,7 juta jiwa tidak mengalami kondisi separah ini.

 

Singapura Tidak Asal Ambil Keputusan

Secara teknis, Singapura tidak asal-asalan dalam memutuskan hidup berdampingan dengan Covid-19. Salah satu kuncinya adalah vaksinasi. Menurut data yang ditunjukkan dari Our World  in Data, warga Singapura secara keseluruhan sudah mendapatkan vaksin dosis pertama, sedangkan warga Singapura yang sudah mendapatkan dosis lengkap sebanyak 2,17 juta jiwa atau sekitar 38,1%

Sedangkan Indonesia baru sekitar 46,3 juta yang menerima dosis vaksin pertama atau sekitar 25% dari target vaksinasi sebanyak 181,5 juta jiwa dan yang sudah mendapat dosis kedua sebanyak 14 juta jiwa atau sekitar 5,2% dari target vaksinasi keseluruhan. Jumlah ini masih dirasa jauh dari standar kekebalan kelompok, dimana jumlah penduduk yang sudah divaksin harus lebih dari 50% dari target populasi yang akan menerima vaksin/penduduk suatu negara.

Selain itu, tingkat kedisiplinan warga Singapura untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam menanggulangi pandemi juga besar, ditambah Singapura sudah beberapa kali melewati karantina wilayah yang dikenal dengan sebutan Circuit Breaker yang diberlakukan hampir 2 bulan saat awal pandemi Covid-19 di negeri singa itu, yaitu dari tanggal 7 April hingga 1 Juni 2020.

Kemudian Singapura kembali memberlakukan Circuit Breaker fase 2 (sebelumnya dalam fase 3 dan akan sepenuhnya dicabut) saat pada bulan Mei 2021 lalu  setelah ditemukan adanya klaster Covid-19 varian Delta yang merebak di Rumah Sakit Tan Tock Seng dan juga Bandara Changi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya