SOLOPOS.COM - Yuniarto Harjanto. (FOTO/Istimewa)

Yuniarto Harjanto. (FOTO/Istimewa)

duniawi yang semakin banyak juga berimbas pada keberadaan madrasah diniah. Dahulu banyak orang berminat mempelajari ilmu agama di madrasah diniah, kini jumlahnya semakin sedikit.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pembina Madrasah Diniah Pembinaan Anak Islam Masjid Muslimin (Paisma) Kusumodilagan, Pasar Kliwon, Solo, Yuniarto Harjanto, mengungkapkan beberapa tahun lalu santri madrasah diniah mencapai ratusan orang, saat ini hanya puluhan orang. Santri berkurang, staf pengajar pun berkurang.

”Dulu staf pengajar sampai 20 orang karena santrinya banyak. Sekarang staf pengajar hanya delapan orang,” kata dia saat ditemui Espos di Madrasah Diniah Paisma, Selasa (18/12).

Yuniarto yang juga Ketua Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Cabang Solo mengungkapkan kondisi serupa banyak dialami  madrasah diniah lainnya.

Pendiri dan Pembina Madrasah Diniah Al Ahad Mojosongo, Solo, Amrul Choiri, mengatakan saat ini lebih banyak orangtua yang bangga ketika anak mereka meraih prestasi duniawi daripada melihat anaknya belajar ilmu agama.

Akibatnya, setelah menempuh pendidikan formal di sekolah, banyak anak disibukkan dengan berbagai kegiatan les. Orangtua sangat berharap anak meraih prestasi tinggi di bidang umum.

”Belajar di sini [Madrasah Diniah Al Ahad] gratis, tapi peminatnya hanya sedikit,” ujar Amrul. Yuniarto dan Amrul mengaku tak akan menyerah dengan kondisi itu. Mereka yakin masih ada orang-orang yang berkomitmen untuk mempelajari agama Islam.

Pakar sejarah pendidikan Islam dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, Muhammad Munadi, menilai salah satu penyebab semakin menurunnya minat masyarakat belajar agama di madrasah diniah adalah sekolah model full day yang semakin banyak.

Banyak orangtua yang lebih berminat dengan model pembelajaran yang mengintegrasikan pendidikan agama dan pendidikan umum dalam pembelajaran. Cukup berada di satu lembaga, seorang anak bisa mendapatkan pengetahuan umum dan agama.

Full day school rata-rata sampai pukul 16.00 WIB, sementara pembelajaran madrasah diniah biasanya dimulai sekitar pukul 15.00 WIB. Secara tidak langsung full day school menggusur madrasah diniah,” kata Muhammad.

Selain itu, menurut dia, minat masyarakat untuk mempelajari agama secara mendalam kini semakin berkurang. Pendidikan di madrasah diniah butuh ketekunan dan komitmen yang kuat karena waktunya lebih lama dan dilaksanakan secara kontinu.

”Banyak orang yang lebih senang belajar agama secara instan. Setelah mendapatkan satu materi ya sudah, nanti ganti materi lainnya,” ujar dia.

Madrasah diniah, menurut Yuniarto, adalah lembaga pendidikan yang mengkhususkan pembelajaran pada materi agama Islam. Tingkatannya yaitu diniah aulad (setingkat taman kanak-kanak), ‘ula (dasar), wustho (setingkat SMP), ulya (setingkat SMA) dan ma’had (setingkat perguruan tinggi).

Saat ini, ada madrasah diniah yang formal dan ada yang nonformal. Pembelajaran di madrasah diniah formal biasanya dilakukan pagi hari seperti sekolah biasa. Madrasah diniah nonformal biasanya dilakukan sore hari.

”Di beberapa pondok pesantren yang memiliki sekolah formal, keberadaan madrasah diniah untuk menyempurnakan pengetahuan agama siswa yang diperoleh di sekolah formal,” kata Yuniarto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya