SOLOPOS.COM - Boyolali International Folk Dance (BIFD) digelar Pendapa Alit Rumah Dinas Bupati Boyolali, Sabtu (29/4/2017). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Hari Tari Sedunia juga diperingati di Boyolali.

Solopos.com, BOYOLALI — Ada suasana yang terasa lain di Pendapa Alit Rumah Dinas Bupati Boyolali, Sabtu (29/4/2017) pagi itu. Suara musik, tabuhan gamelan dan gong terdengar mengalun pelan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Boyolali International Folk Dance (BIFD) digelar Pendapa Alit Rumah Dinas Bupati Boyolali, Sabtu (29/4/2017). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Boyolali International Folk Dance (BIFD) digelar Pendapa Alit Rumah Dinas Bupati Boyolali, Sabtu (29/4/2017). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Sesekali terdengar rancak mengentak. Lalu, ditingkahi tarian bocah-bocah TK-SD-SMP hingga SMA. Mereka menari silih berganti. Ada yang gemulai, ada pula yang bergerak lincah. Wajah-wajah mereka pun memancarkan keceriaan dan suka cita.

Ekspedisi Mudik 2024

“Digelarnya acara ini salah satunya memang untuk menumbuhkan kembali rasa empati kepada para pelaku seni olah tubuh. Bagi anak-anak, kegiatan ini untuk merangsang psikomotorik mereka,” ujar Siwil Mulyadi, pegiat seni tari Boyolali sekaligus salah satu pemrasakarsa pertunjukkan Boyolali International Folk Dance (BIFD) 2017, saat berbincang dengan Solopos.com, Sabtu (29/4/2017).

Sesi pertama pergelaran BIFD menghadirkan 540 kelompok tari. Kelompok tari dari kalangan anak-anak dan remaja itu diawali dengan tarian Jaran Kepang. Lantas disusul tarian Rampak, Solatu, Sajojo, tarian Ayam Trondol, tarian Ular, Simpai, Jangkrik Genggong, dan masih banyak lagi.

Para pemain tak hanya dari warga Boyolali atau Jawa Tengah. Sejumlah penari juga ada yang datang dari DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan, dan Jogja. Semuanya mengusung spirit tradisi.

“Para penari dari Jerman, Ethiopia, Timor Leste, China juga mengusung tradisi lokal mereka,” paparnya.

Ratusan Penonton

Pertunjukan 24 Jam Menari itu pun seketika memanjakan ratusan pasang mata para penonton. Mereka tak hanya datang dari Boyolali, sejumlah warga dari Klaten, Karanganyar, serta wilayah Soloraya juga datang untuk mengapresiasi kegiatan yang pertama kali digelar di Kota Susu itu.

“Selama ini saya melihat Solo Menari 24 Jam. Ternyata, Boyolali juga mau tak ketinggalan. Saya sangat mengapresiasi pertunjukan ini,” ujar Suratin, salah satu pengunjung asal Colomadu, Karanganyar.

BIFD, menurut Siwil, lahir untuk merespons Hari Tari Dunia yang jatuh setiap 29 April. Momen itulah yang kemudian mendorong para pegiat seni tari di Kabupaten Susu ini untuk menggali lebih dalam tentang makna tari. Sebab, kata Siwil, seni tari sesungguhnya adalah olah rasa dan jiwa.

Dan kegiatan Menari 24 Jam itu sebagai upaya menggugah rasa warga Boyolali. “Makna ini sesuai dengan tema yang kami angkat yakni Bojalali Ekspresi Gerak Boyolali. Artinya, Mbok yo jangan lupakan ekspresi gerak di Boyolali,” jelasnya.

Menurut catatan Siwil, jumlah sanggar tari di Boyolali mencapai ratusan. Sayang, keberadaan mereka belum terwadahi dan dikelola secara baik.

“Inilah salah satu alasan kami mendukung kegiatan BIFD agar Boyolali dikenal luas dengan tradisi tari yang dimilikinya,” terangnya.

Sesuai rencana awal, pertunjukkan yang melibatkan 1.728 penari ini akan digelar di lima venue berbeda, yakni Pendapa Alit, Gelanggang Anuraga, Simpang Lima, Gedung Putih Kantor Bupati Boyolali, serta Tugu Jam.

Pertunjukkan yang digelar oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Boyolali bekerja sama dengan Ketholeng Institute dan Ireng Putih Production ini juga menghadirkan lima penari yang menari secara terus menerus selama 24 jam nonsetop.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya