SOLOPOS.COM - Salah satu adegan film G 30 S/PKI. (Detik)

Solopos.com, SOLO-Tak hanya menuai penghargaan, Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI, yang kemudian sering hanya disebut Pengkhianatan G30S/PKI, juga tuai kritikan. Salah satunya adalah dianggap sebagai propaganda Orde Baru dan pengkultusan sosok Soeharto.

Meskipun aspek visual film Pengkhianatan G30S/PKI ini umumnya menerima ulasan positif,  namun karya Arifin C. Noer ini menuai kritikan lantaran penggunaannya untuk tujuan propaganda dan aspek akurasi-sejarahnya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sejarawan Hilmar Farid memberikan kritikan atas film Pengkhianatan G30S/PKI ini sebagai sebuah propaganda yang dicampur dengan sejumlah fantasi dari Orde Baru. Hal itu senada dengan pernyataan salah satu bintangnya, Amoroso Katamsi, dalam sebuah wawancara 2012, mengakui bahwa film ini sebagian dipertontonkan dengan teramat sangat, dan bahwa film ini telah menjadi cara yang ampuh untuk menyebarkan dan mengindoktrinasi pemirsa ke dalam ideologi Orde Baru.

Baca Juga:  Pernah Jadi Tontonan Wajib, Begini Proses Produksi Film G30S/PKI

Pada September 1998, empat bulan setelah jatuhnya Soeharto, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah mencetuskan bahwa film ini tidak akan lagi menjadi bahan tontonan wajib. Alasannya bahwa film ini adalah usaha untuk memanipulasi sejarah dan menciptakan kultus dengan Soeharto di tengahnya. TEMPO melaporkan pada 2012 bahwa Saleh Basarah dari Tingkatan Udara telah mempengaruhi dikeluarkannya keputusan ini. Majalah ini mencetuskan bahwa Basarah telah menghubungi Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono dan menginginkannya untuk tidak menayangkan Pengkhianatan G30S/PKI.

Mengutip laman unkris.ac.id, Rabu (29/9/2021), wartawan Hendro Subroto, yang meliput pengambilan mayat para jenderal dari Lubang Buaya juga memberikan kritikan atas film Pengkhianatan G30S/PKI ini.  Dia mengkritik akurasi film ini pada 2001.

Dia mengatakan bahwa mayat-mayat tersebut tidak menunjukkan bukti korban penyiksaan. Sementara itu, mantan penulis Lekra Putu Oka Sukanta menggambarkan film ini  sebuah pengecilan penderitaan para anggota PKI dan kaum kiri lainnya dalam peristiwa yang mengikuti peristiwa G30S, sehingga menjadi pembohongan pada masyarakat.

Baca Juga:  6 Fakta Film G30S/PKI: Dana Rp800 Juta Hingga Musik Mencekam

Sosiolog Adrian Vickers berpendapat bahwa kekerasan film ini dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa musuh-musuh negara benar di luar dunia manusia mirip dengan monster dalam sebuah film horor.

Film ini menggambarkan PKI dan komunisme untuk jahat pada dasarnya, di mana pimpinan Gerakan 30 September ini  dipandang untuk licik dan kejam dan merencanakan setiap langkah dengan terperinci.  Sejarawan Katherine McGregor menemukan hal ini ditekankan dalam film ini yang menggambarkan pimpinan G30S/PKI seperti gangster, duduk dalam pertemuan rahasia di tengah-tengah kepulan asap rokok. Dia juga menganggap sebuah adegan pembuka film, di mana PKI menyerang sebuah sekolah Islam, juga dengan sengaja dimaksudkan untuk menunjukkan sifat “jahat” komunis.

Di luar kontroversi dan kritikan, film Pengkhianatan G30S/PKI menuai penghargaan. Film karya Arifin C. Noer ini dinomiasikan untuk tujuh kategori dalam Festival Film Indonesia 1984, memenangi satu penghargaan Citra untuk Skenario Terbaik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya