SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)-03

Dalam berbisnis pariwisata, ada tiga hal yang diutamakan yaitu produk, pelayanan, dan pengelolaan

Harianjogja.com, JOGJA-Pemerintah DIY mengakui belum semua wisatawan mengenal desa wisata yang ditawarkan. Upaya promosi desa wisata terus dilakukan. Selain itu, kaum lansia juga dilibatkan dalam menyediakan sarana penunjang di desa wisata seperti homestay.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Dinas Pariwisata DIY Aris Riyanta mengatakan, saat ini tercatat ada 125 desa wisata aktif di DIY. Namun, tingkat dikenalnya masing-masing desa wisata berbeda-beda. Ada yang sudah dikenal, ada yang belum dikenal, dan ada pula yang masih dalam tahap dipasarkan. “Yang belum dikenal sekitar 20 persennya [dari 125 desa wisata],” kata dia, Minggu (15/10/2017).

Aris mengakui, DIY memiliki ragam tempat rekreasi yang beragam. Tidak hanya berbasis pemandangan alam tetapi juga pendidikan seperti museum dan budaya seperti desa wisata. Semua jenis obyek wisata tersebut dipromosikan agar menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Dalam berbisnis pariwisata, ada tiga hal yang diutamakan yaitu produk, pelayanan, dan pengelolaan. Ketiganya erat kaitannya dengan kapasitas sumber daya manusia yang menjadi pelaku wisata. “Kapasitas SDM-nya harus ditingkatkan terus,” papar dia.

Ketika kapasitas SDM sudah memenuhi maka bisa dihasilkan produk yang kreatif, pelayanan yang sesuai standart operating procedure (SOP), dan pengelolaan yang prima. Hal tersebut diakuinya perlu dilakukan oleh para pemangku kepentingan di desa wisata maupun di obyek wisata lain seperti museum yang menurutnya masih kurang dalam jumlah kunjungannya.

Sementara itu, Perkumpulan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) juga melihat bahwa pengembangan desa wisata sebagai salah satu pendukung terwujudnya desa mandiri perlu terus dilakukan. Ketua DPD PUTRI DIY GKR Bendara menyampaikan, salah satu penunjang desa wisata adalah homestay karena bisa menjadi pilihan bagi wisatawan untuk menginap agar dapat mengenal kearifan lokal desa wisata tersebut lebih dalam.

Homestay menurutnya dapat memanfaatkan sarana yang sudah ada sebelumnya. “Misalnya ada lansia yang punya tiga kamar kosong dan hanya tinggal sendiri, mungkin bisa dikoordinasikan [dengan pengelola desa wisata] untuk dijadikan homestay,” kata dia.

Ia mengatakan, karakteristik homestay memang berbeda dengan hotel karena lebih dapat merasakan kearifan lokal serta makanan lokalnya. Lama tinggal di homestay bisa lebih lama dibandingkan menginap di hotel karena homestay menawarkan suasana menginap seperti di rumah sendiri, sehingga wisatawan dapat lebih menikmati kearifan sosialnya dengan maksimal.

GKR Bendara memprediksi, setelah bandara baru di Kulonprogo dibuka pada 2019 nanti, diyakininya DIY akan menjadi pintu masuk terbesar setelah Jakarta dan Bali bagi wisatawan mancanegara. Kesiapan itu dapat dilakukan pelaku pariwisata, salah satunya di desa wisata, untuk memperbaiki sistem dan tata kelola wisatanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya