SOLOPOS.COM - Menteri Agama Lukman Hakim (tengah). (Kemenag.go.id)

Menteri Agama menyayangkan penyegelan markas Ahmadiyah tanpa bukti kuat adanya penyebaran ajaran menyimpang di sana.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan kisruh penyegelan pusat kegiatan Ahmadiyah di Depok, Jawa Barat, pada Minggu (4/6/2017) seharusnya tidak terjadi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Semestinya hal itu bisa dihindari sejauh tidak ada alasan yang betul-betul bisa dibuktikan bahwa Jamaah Ahmadiyah Indonesia [JAI] melanggar Surat Keputusan Bersama,” kata Lukman di Jakarta, Kamis (8/6/2017).

Menag merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2008 dalam menyikapi persoalan Ahmadiyah. SKB pada hakikatnya adalah amanah dari UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama yang mengikat semua warga bangsa.

Menurut Lukman, tidak ada bukti kuat masjid Ahmadiyah itu digunakan sebagai tempat menyebarluaskan paham bahwa ada nabi setelah Muhammad. Dengan begitu, tidak cukup alasan untuk menutup tempat ibadah karena setiap warga negara dijamin konstitusi untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing.

Dia mengimbau semua pihak untuk tidak main hakim sendiri dalam mengatasi persoalan Ahmadiyah. Menurut dia, persoalan silang sengketa dan perbedaan masyarakat harus diselesaikan dengan lebih mengedepankan musyawarah.

Kisruh Ahmadiyah dikabarkan kembali terjadi. Pemkot Depok kembali menyegel lokasi pusat kegiatan Ahmadiyah atau ketujuh kalinya dalam kurun 2011-2017. Pemkot Depok mengatakan penyegelan dilakukan untuk melindungi keselamatan jamaah Ahmadiyah. Sementara jamaah Ahmadiyah menilai penyegelan yang dilakukan Pemkot Depok tidak sah dan cacat hukum.

Lukman mengatakan terdapat beberapa poin penting terkait SKB. Pertama, memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Kedua, memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota dan/atau anggota pengurus JAI, sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.

Ketiga, penganut, anggota dan/atau anggota pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum pertama dan diktum kedua dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.

Keempat, memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI.

Kelima, warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu dan keempat dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keenam, memerintahkan kepada aparat pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan keputusan bersama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya