SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Entah sudah berapa generasi berkualitas yang dilahirkan berkat program pos pelayanan terpadu (posyandu). Di wadah posyandu, ibu-ibu mendapatkan informasi bagaimana memberikan makanan berkualitas bagi buah hatinya. Tak hanya itu, di posyandulah anak-anak di bawah lima tahun bisa terkontrol berat badan dan kesehatannya. Posyandu yang dilahirkan pada era 1980-an telah menjadi agen transformasi tentang kesehatan ibu dan anak kepada masyarakat semua kalangan, baik miskin maupun kaya, baik di desa maupun di kota.

Saat ini, masihkah posyandu seperti dulu? Dimana ibu-ibu baik muda atau tua begitu semangat menghidupkan posyandu di RT-RT-nya. Sore hari, saat kentong di rumah ibu RT dibunyikan, ibu-ibu berduyun-duyun bergegas ke posyandu. Tak lupa mereka membawa piring dan gelas untuk tempat makanan dan bubur kacang hijau. Pengurus posyandu yang tak lain adalah pengurus RT tak kenal jera mengkoordinir agar ibu-ibu membawa anak balitanya ke posyandu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Aktivitas di posyandu begitu guyub. Para pengurus memang tak digaji. Namun, mereka begitu ikhlas bergiliran memasak makanan sehat untuk anak balita di wilayahnya. Mereka juga semangat datang lebih awal untuk menyiapkan timbangan, buku catatan untuk menulis berat badan serta tinggi badan anak-anak balita.

Sebagian besar posyandu memang dikelola oleh ibu-ibu lanjut usia. Mereka yang telah pensiun dari pekerjaan dan ingin mengabdikan diri bagi masyarakat di wilayahnya. Kondisi ini hampir terjadi di semua wilayah baik desa maupun kota. Posyandu memang sampai saat ini masih relevan meski zaman sudah berganti. Karena tidak semua orangtua mampu untuk mengontrol kesehatan anaknya setiap bulan. Namun di posyandu, orangtua akan mengetahui bagaimana perkembangan kesehatan anak setiap bulan yang bisa dilihat dari berat badan dan tinggi badan.

Sayangnya, keberadaan posyandu saat ini terancam. Kaderisasi posyandu tak berjalan semulus manfaatnya. Jika saat ini sebagian besar posyandu digerakkan oleh ibu-ibu lanjut usia, lantas bagaimana umur posyandu 10 tahun yang akan datang jika tidak ada kaderisasi? Masihkah ada yang dengan rela menggerakkan posyandu?

Fakta di Kota Jogja seperti yang ditulis di Harian Jogja edisi Minggu (15/7) lalu, beberapa posyandu di wilayah ini digerakkan oleh wanita usia lanjut. Katanya, begitu sulit mencari kader posyandu dari ibu muda karena mereka sibuk dengan karier. Padahal keberlanjutan posyandu membutuhkan kader baru.

Jika fakta saat ini seperti di atas, apa yang harus dilakukan? Bagaimanapun persoalan kaderisasi tidak bisa disepelekan. Kualitas kader akan menentukan kehidupan posyandu di masa depan.

Jelas, persoalan kaderisasi tidak bisa disepelekan. Ada dua jalur yang bisa menggerakkan kaderisasi posyandu. Pertama, pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan. Banyak hal yang bisa dilakukan dinas untuk melahirkan kader posyandu. Ibu-ibu muda yang tidak bekerja bisa diberi pelatihan tentang kesehatan ibu dan anak agar mereka memiliki semangat untuk menjadi kader.

Apalagi, saat ini beberapa puskesmas juga sudah mulai rutin menerjunkan tenaga kesehatannya untuk bergabung dengan tim posyandu di level desa. Hal ini tentu akan lebih membuat kegiatan posyandu lebih terarah.

Kedua, para kader posyandu yang saat ini sudah aktif bisa mengajak para ibu-ibu yang belum aktif  untuk peduli dengan kesehatan anak balita di wilayahnya.Jadi, jangan putus asa untuk tetap menghidupkan posyandu…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya