SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Pertanyaan seputar keamanan seperti selalu menohok polisi. Bagaimana tidak, pada satu hari yang sama Senin lalu, dua kejadian perampokan berlangsung di Jogja. Satu di Rumah Sakit dr Sardjito dan satu lagi di  Akademi Teknologi Kulit di Bantul.

Bahkan pelaku yang merampok kantor kas BRI di kompleks Rumah Sakit dr Sardjito membawa bom. Hasil identifikasi dari kamera pengintai (CCTV), perampok mengancam tiga karyawan BRI dan mengambil tas yang diduga berisi uang sekitar Rp155 juta.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Pelaku mengenakan masker masuk ruang kas BRI dan meminta tas warna hitam yang dibawa karyawan, dengan mengancam akan meledakkan bom yang terhubung timer di lengannya. Hingga kini kasus bom tersebut masih gelap baik pelaku maupun motifnya.

Perampok dibilang berani karena beraksi di tengah jam sibuk rumah sakit yaitu sekitar pukul 07.45 WIB. Meski kemudian tak ada gangguan pelayanan kesehatan juga evakuasi pasien, kejadian ini tentu mengejutkan.

Kemarin saat identifikasi CCTV wajah pelaku bahkan tak bisa dikenali. Sistem keamanan ini seperti “dicemooh” dan tak memiliki fungsi yang bisa membantu. Baik sebagai alat pengamanan maupun alat bantu identifikasi kejahatan.

Tentu saja jawabannya adalah dengan memperbaiki sistem CCTV. Harus ada evaluasi lanjutan mengenai sistem pengamanan ini. Modus ini bukan tidak mungkin akan muncul kembali di tempat lain di wilayah Jogja. Kejadian ini sudah seharusnya bisa menjadi cambuk evaluasi petugas keamanan terutama di pusat layanan publik.

Di Rumah Sakit dr Sardjito bukan pertama kalinya “terkena” kasus ledakan bom. Pada Desember 2010 lalu, sebuah bom meledak di kamar mandi Gedung Erna dan melukai Kepala Satpam.

Juga perampokan di bank dengan ancaman bom juga adalah yang kedua terjadi. Agustus 2011 perampokan dengan ancaman bom terjadi di BRI Kantor Kas APMD Jalan Timoho.

Sedangkan aksi perampokan di Kampus II Akademi Teknologi Kulit (ATK) Jogja, di Jl. Ring Road Selatan, Panggungharjo, Sewon, Bantul pada hari yang sama Senin lalu, malah diwarnai aksi penyekapan. Tanpa perlawanan, kedua satpam diikat menggunakan tali pramuka dan sobekan kain sarung milik Gilang.

Mata dan mulut mereka juga ditutup lakban. Perampok berhasil membobol brankas. Total kerugian ditaksir mencapai sekitar Rp200 juta.

Kini saatnya bertanya sudah amankah pusat layanan publik di Jogja? Bahkan perampokan terjadi pada jam yang ramai pengunjung. Seberani itukah perampok? Atau justru tingkat keamanan yang rendah justru dilihat sebagai peluang para pelaku kejahatan.

Soal keamanan tentu saja tak hanya menjadi tanggung jawab polisi, tetapi juga masyarakat. Tanpa dukungan penuh dari masyarakat, hampir mustahil polisi mampu mengatasi seluruh persoalan ancaman keamanan.

Sistem keamanan mandiri kini saatnya digalakkan. Hingga kejadian serupa tak akan terulang di tempat lain di manapun terlebih pusat layanan publik. Masyarakat dengan pengarahan dari polisi seharusnya juga mampu menjadi “alat pengaman” bagi diri sendiri.

Tanpa kesadaran meningkatkan keamanan di manapun, niscaya aksi kejahatan akan makin meningkat. Kini saatnya warga dan polisi bahu membahu menjaga keamanan. Jangan sampai menjadi citra buruk bagi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya