SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Setelah sekian lama jadi polemik, menyedot energi warga, perang urat syaraf elit politik lokal maupun nasional hingga pucuk pimpinan tertinggi negeri ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,  Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta tuntas dibahas parlemen. Bila semua lancar, Kamis (30/8), produk legislasi ini akan dibawa ke sidang paripurna DPR untuk disahkan.

Tentu saja semua mafhum, jalan ke titik akhir ini tidak mudah setelah sempat terjadi tarik menarik politik begitu keras. Boleh dibilang juga, sempat muncul ontran-ontran di bumi Ngayogyakarta Hadiningrat ini seiring terus naiknya pamor Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Pakualam XI oleh dukungan masyarakat DIY.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Keistimewaan Jogja yang digugat tersebut juga membawa ‘korban’ dengan menurunnya pamor Partai Demokrat di wilayah ini menyusul keluarnya kerabat kraton dari sebagai ketua dewan pimpinan daerah. Namun inilah politik, pada akhirnya sebuah kompromi adalah solusi. Tidak ada lawan abadi, tetapi kepentinganlah yang abadi.

Secara perlahan tetapi pasti, penggugat keistimewaan –yang kemudian sering disederhanakan dengan urusan penetapan atau pemilihan gubernur dan wakil gubernur—bisa menerima arus besar kehendak masyarakat Jogja. Saat ini, Sultan dan Pakualam dianggap sosok yang paling pantas memimpin, bukan melalui proses pemilihan yang menjadi mainstream demokrasi.

Tentu saja bagi pengagum sistem demokrasi, pendapat mayoritas warga ini aneh sekaligus bisa dengan mudah dituduh rawan penyalahgunaan kekuasaan. Ibaratnya, jika penetapan yang dipilih, rakyat Jogja hanya memberikan cek kosong kekuasaan gubernur/wakil gubernur. Namun, kembali pada soal kompromi, sejumlah pagar telah dibangun agar kekuasaan yang melekat pada Sultan dan Pakualam bisa dikendalikan.

Suasana kebathinan warga Jogja yang tetap menghendaki penetapan, sejatinya tak lepas dari figur Sultan Hamengku Buwono X dan Pakulama XI saat ini  yang merakyat dan menjadi panutan. Dalam hal ini Jogja memang sangat istimewa di saat wilayah lain yang memiliki akar monarki, para keturuan raja telah kehilangan pamor.

Namun, patut juga diingat, masih banyak hal krusial lain yang telah dibahas dalam RUUK selain pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur, pertanahan, maupun status hukum. Hal yang tak kalah penting adalah disepakatinya dana keistimewaan yang dialokasikan dari APBN. Ini jelas membuka akses kesejahteraan bagai masyarakat.

Keberadaan dana keistimewaan, seperti menjadi bonus setelah pemerintah dan parlemen menyetujui penetapan dalam pengisian jabatan gubernur dan wakilnya. Ini patut menjadi perhatian semua pemangku kepentingan dalam hal penggunaan yang sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat, bukan bagi segelintir elit yang mengambil keuntungan dari momentum istimewa ini.

Justru  setelah RUUK ini nanti diundangkan, masih banyak pekerjaan rumah dari pemerintah provinsi DIY yang harus diselesaikan. Setelah tata politik selesai, wilayah ini memerlukan stimulus perekonomian yang lebih berbobot.

Figur pemimpin yang disegani dan menjadi panutan adalah satu hal dan bisa menjadi modal yang efektif dalam menjalankan kebijakan-kebijakan yang prorakyat. Namun pada akhirnya, masyarakat juga akan menilai, apakah kepercayaan yang telanjur mereka sandarkan dijalankan benar atau tidak. Dalam hal ini, waktu yang akan menguji dan kita  berharap pada pemimpin sekarang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya