SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Bandara internasional menjadi sebuah kebutuhan mutlak bagi Provinsi DIY. Bandara yang saat ini ada, dianggap tak layak bagi penerbangan pesawat kelas internasional. Landasannya terlalu pendek, sehingga tak bisa dipakai mendarat pesawat-pesawat berukuran jumbo.

Bandara internasional jelas menjadi infrastruktur utama yang dibutuhkan bagi DIY sebagai tujuan wisata kelas Internasional.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Provinsi ini punya mimpi menjadi jujugan wisatawan kedua setelah Bali. Tentu saja, untuk mendukung impian ini, akses mobilitas manusia yang cepat melalui pesawat udara, harus ditopang dengan adanya bandara yang memadai.

Rencana pembangunan bandara internasional sudah di depan mata. Dari kajian kelayakan, Desa Glagah Kecamatan Temon, Kulonprogo menjadi salah satu pilihan yang dianggap layak dari beberapa pilihan di kabupaten lain.

Namun lagi-lagi, sebuah proyek yang melibatkan pembiayaan tak sedikit dan bayangan investasi yang menggiurkan, memunculkan orang-orang yang memanfaatkan rencana ini demi mengeruk keuntungan pribadi.

Apalagi kalau bukan rebutan proyek dan lahan. Sinyalemen spekulan tanah bermain di calon lahan bandara di Kulonprogo dalam beberapa waktu terakhir telah terbukti. Bahkan, sejumlah pejabat maupun mantan pejabat ikut menguasai tanah yang direncanakan untuk bandara itu.

Tanah di Desa Glagah, Temon yang semula dihargai Rp70.000 per meter persegi, melejit hingga Rp500.000 hingga Rp750.000 dalam dua tahun terakhir. Ini tentu bukan kenaikan yang wajar. Apalagi kalau bukan ulah spekulan.

Ada lagi sinyalemen pejabat ikut berebut agar kabupatennya dipilih menjadi tempat pembangunan bandara. Pejabat yang merasa wilayahnya bakal tak kebagian jatah pembangunan bandara, dikabarkan telah merusak harga tanah di kawasan calon bandara Temon. Dia diduga memborong tanah dengan harga tak wajar sehingga memprovokasi harga tanah di kawasan calon bandara tersebut menjadi bergejolak naik.

Keterlibatan sejumlah pejabat atau mantan pejabat itu memang semakin memperkeruh keadaan.  Padahal pembangunan bandara belum tentu dilakukan di Kecamatan Temon, Kulonprogo, atau di Kabupaten Bantul.

Sayangnya, semua perbuatan tak terpuji yang hanya berorientasi keuntungan pribadi itu, tak bisa disalahkan secara hukum. Tak ada larangan untuk jual-beli tanah dengan harga tertentu. Asal ada kesepakatan calon penjual dan pembeli, dan syarat formal terpenuhi, jual beli sah-sah saja secara hukum.

Gejolak ini juga muncul lantaran belum adanya kepastian kawasan pendirian bandara. Semestinya Pemerintah dan investor bergerak cepat. Cepatlah tentukan di mana lokasi calon bandara dan langsung buat perikatan dengan para pemilik tanah sebelum spekulan beraksi.

Perlu diingat, cita-cita pembangunan bandara adalah untuk kemajuan daerah. Demi pertumbuhan ekonomi rakyat dan demi kepentingan wargabanyak. Perbuatan spekulan adalah perbuatan pragmatis yang menghambat kemajuan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya