SOLOPOS.COM - Ilustrasi/dok

Ilustrasi/dok

Wajah sepak bola nasional sepertinya sulit lepas dari belenggu persoalan. Belum lagi konflik PSSI dan KPSI rampung, kedua kubu kini mulai menggulirkan roda kompetisinya masing-masing.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hebatnya lagi, baik PSSI maupun KPSI selalu meng-klaim klub peserta liga masing-masing sebagai klub profesional. Artinya, klub secara finansial mampu membiayai kompetisi hingga akhir. Bukan itu saja, sesuai Peraturan Mendagri No.1/2011, klub profesional dilarang menggunakan dana APBD lagi.

Ekspedisi Mudik 2024

Syarat ini mau tidak mau membuat semua klub sepakbola termasuk tiga klub di DIY, PSIM, PSS dan Persiba harus peras keringat mencari sumber dana demi keberlangsungan hidup klub.

Segala cara pun dilakukan. Salah satunya melobi pengusaha agar mau menjadi sponsor klub. Namun tentu saja tidak semudah yang dibayangkan. Secara core bussines, tentu perusahaan akan berpikir berkali kali sebelum berinvestasi di klub sepakbola dalam negeri.
Alasannya tentu sangat sederhana. Apa keuntungan yang didapat perusahaan atau pengusaha jika berinvestasi ke klub sepakbola? Feed back  inilah yang sejatinya menjadi pekerjaan rumah bagi klub dan PSSI selaku penangungjawab kompetisi nasional jika ingin profesional.

Kembali ke persoalan dana klub. Manajemen klub sepak bola di DIY sebenarnya sudah melakukan berbagai cara demi mendapat sponsor. Sayangnya cara ini tidak serta merta menuai simpati pengusaha. Sebaliknya tak sedikit pengusaha mengeluh karena seolah dipaksa menjadi donatur klub. Salah satu modusnya memasukkan anggaran untuk klub sepak bola pada program Coorporate Social Responsibilty (CSR).

Tentu saja ini sulit diterima akal sehat. Pasalnya CSR semestinya digunakan untuk program sosial kemasyarakatan sebagai wujud bakti perusahaan kepada masyarakat. Namun banyak juga yang dengan sukarela menyumbang dengan alasan takut bakal menemui kesulitan jika berurusan dengan birokrasi.

Dari fakta ini, pertanyaan lama kemudian muncul. Lantas kapan klub sepak bola akan benar benar profesional? Kapan klub sepak bola tidak lagi berkutat dengan permasalahan tunggakan gaji pemain dan kekurangan dana?. Jika masih sama saja, mungkin tidak harus malu jika klub klub di DIY harus turun kasta menadi klub amatir.

Inilah tugas berat manajemen klub. Tugas berat masyarakat sepak bola di DIY untuk ikut memikirkan jalan keluar bagi kesulitan dana klub sepakbola di DIY. Tentu saja tidak dengan cara-cara yang profesional, saling menguntungkan dan elegan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya