SOLOPOS.COM - Ilustrasi/dok

Ilustrasi/dok

Jogja kembali digoyang kasus korupsi. Di tengah proses hukum sejumlah kasus korupsi yang masih berjalan, kasus sejenis justru kembali terjadi. Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sleman, Mujiman, ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan penyimpangan dana hibah KONI Sleman periode 2010-2011 sebesar Rp1 miliar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mujiman telah menyandang status tersangka sejak Jumat (14/12) lalu, namun baru diperiksa Selasa (18/12) bersama dua saksi lainnya. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman mengaku telah mengantongi bukti cukup untuk menyeret Mujiman ke meja hijau. Kejari berjanji terus mengembangkan kasus tersebut untuk menyelidiki kemungkinan adanya tersangka lain.

Terlepas dari asasa praduga tak bersalah, kasus ini mau tak mau telah menodai dunia olahraga di Jogja. KONI yang notabene sebagai induk sejumlah cabang olahraga, justru menunjukkan ketamakan yang tercermin dari perilaku korup ketuanya di Sleman. Nilai sportivitas yang kerap didengungkan sebagai ruh olahraga, justru tak dipahami mereka yang mengaku bagian dari olahraga.

Tentu tidak tepat jika menggeneralisasi dengan menuding semua KONI buruk dan korup. Namun, kasus semacam ini justru membuktikan ada hal yang belum beres dalam diri KONI. Pengelolaan keuangan yang bersumber dari anggaran pemerintah  dimanfaatkan sembarangan oleh sejumlah oknum demi memperkaya diri.

Pengelolaan keuangan yang baik sudah seharusnya diwujudkan dengan akuntabilitas tinggi. Apalagi uang yang digunakan tak muncul tiba-tiba melainkan bagian dari partisipasi masyarakat atas penyelenggaraan negara. Alangkah sakit hatinya rakyat, jika mengetahui uang yang mereka berikan untuk negara, sebagian justru raib masuk ke kantong-kantong koruptor.

Transparansi anggaran adalah hak yang harus diberikan negara kepada warganya. Semangat itu juga harus diusung siapa pun pemakai anggaran negara. Administrasi tak boleh dilakukan sembarangan, mulai level terendah hingga ke tingkat yang lebih strategis.

Bukan rahasia umum, negara kita beranggaran minim. Hampir setiap pengguna anggaran atau instansi selalu mengeluh kebutuhan program mereka belum terpenuhi lantaran dana cupet. Karena itulah segala bentuk pengelolaan dan administrasi mau tak mau harus mengikuti prinsip efisiensi. Jangan sampai, dana terbatas yang ada, harus dipangkas lagi hanya demi perut koruptor yang sengaja menciptakan birokrasi rumit untuk menyamarkan tindakan kriminalnya.

Ketentuan dan regulasi harus dijalankan. Proses administrasi sederhana tak boleh disepelekan karena berpotensi membawa kerugian berskala besar. Tak sedikit tersangka korupsi  berdalih hanya sebagai korban lantaran tak ikut menikmati hasilnya, sementara ia hanya pimpinan yang membubuhkan tanda tangan. Benar atau tidak pengadilan yang akan menjawab. Jika memang tidak korupsi, setidaknya hal itu membuktikan kecerobohannya sebagai pemimpin.

Kasus Hambalang barangkali bisa menjadi contoh nyata bagaimana pusaran kepentingan saling tarik-menarik demi meraup duit haram. Semakin menyedihkan, kasus itu juga terjadi di ranah olahraga di bawah bendera kementerian (Kemenpora) yang seharusnya sakral.

Dengan tegas kami menyatakan dukungan pemberantasan korupsi. Pemerintah melalui berbagai kelengkapannya baik KPK, Polri dan Kejaksaan harus membasmi korupsi. Jangan biarkan wabah itu menggerogoti negara ini dan mencoreng citra bangsa termasuk di bidang olahraga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya