SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Hukum jalanan kembali terjadi. Kali ini di Brengkel, Salaman, Magelang, pada Minggu (5/8) lalu. Seorang remaja 15 tahun, yang di mata hukum masih tergolong anak-anak, tertangkap tangan mencuri uang Rp25.000. Warga yang beringas pun lalu menangkapnya, menelanjangi si bocah, lalu mengaraknya.

Si bocah diikat di tiang listrik, disiksa dan jadi bulan-bulanan warga yang melintas. Nasibnya tragis. Si bocah harus meregang nyawa karena pendarahan dalam di kepalanya.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Kontan saja keluarga si bocah bersama orang sekampungnya menggeruduk warga dusun itu, meminta pertanggungjawaban. Suasana panas meski akhirnya bisa diredam oleh tokoh-tokoh kedua kampung.

Sungguh teriris hati kita mengetahui peristiwa ini. Kenapa masyarakat sampai hati menghukum seorang remaja hingga tewas? Hanya gara-gara mencuri Rp25.000. Kita bukan di zaman Majapahit dengan hukum picisnya menyiksa orang di depan khalayak. Ini juga bukan hukum Romawi yang menghukum orang di arena gladiator.

Hukum adalah kekuasaan yang mengusahakan ketertiban. Bukan justru menimbulkan keributan. Terlepas dari pelaksanaannya, hukum memiliki tujuan mulia, yakni terciptanya ketertiban. Manusia saling memahami hak dan kewajiban masing-masing.

Baiklah, kita boleh mengatakan, semua kejahatan harus dihukum. Tanpa dihukum, seorang pencuri akan mengulangi perbuatannya. Tanpa dihukum, si pemilik benda yang dicuri akan resah melihat pelaku masih berkeliaran bebas mencuri. Tapi apa masuk akal, gara-gara mencuri uang Rp25.000, seorang anak dirampas nyawanya? Darimana masyarakat mendapatkan hak menghukum itu?

Gigi dibalas gigi, nyawa dibalas nyawa. Ini teori balas dendam. Dilihat dari teori ini sekalipun, hukuman ini betul-betul tak bisa diterima akal sehat. Sebandingkah perbuatan si anak dengan hukuman yang dia terima?

Hukum pada hakekatnya memang alat kekuasaan. Sekalipun demikian, hendaknya jangan sampai menjadi hukum kekuasaan, apalagi kekuasaan jalanan.

Di negeri ini, masyakarat boleh saja kehilangan kepercayaan terhadap hukum formal. Lantaran hukum saat ini bisa dibeli. Penegak hukum tengah melorot tak lagi memiliki wibawa yang pantas dihormati. Tapi janganlah sampai masyarakat jadi kehilangan hati nurani.

Kita tentu tak mau hidup dalam chaos. Seburuk-buruk sistem pengadilan di negeri ini, jangan sampai hilang hati nurani di masing-masing sanubari.

Apapun alasannya, pengadilan jalanan tak bisa dibenarkan. Penegak hukum harus menemukan provokator dalam peristiwa ini. Semua pelaku, sekecil apapun peran yang ia lakukan dalam pengadilan jalanan, harus diusut dan diadili. Hukum tegas para pengadil jalanan!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya