SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) masih menjadi topik yang ramai dibicarakan bukan hanya di kalangan elite, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, pengusaha tapi juga buruh dan rakyat kebanyakan.

Hampir setiap hari di media massa muncul keluhan, perdebatan antar para ahli sampai aksi demonstrasi di jalanan, sebagai reaksi atas rencana kenaikan yang belum jelas besarannya sampai saat ini.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Semua pihak memang akan atau malah telah merasakan dampak rencana kenaikan BBM tersebut. Saat diumumkan oleh pemerintah, eksesnya sudah mulai dirasakan, mulai naiknya sejumlah bahan kebutuhan pokok hingga harga bensin di tingkat pengecer.

Satu hal yang menjadi perhatian adalah munculnya desakan agar upah minimum provinsi (UMP) yang berlaku per 1 Januari 2012 direvisi untuk menyesuaikan dengan kenaikan BBM.

Para buruh yang kebanyakan masuk dalam kategori masyarakat menengah ke bawah inilah yang menerima dampak paling berat dari kenaikan BBM, yang hampir bisa dipastikan akan mendorong harga-harga kebutuhan lain akan meningkat.

Para buruh yang berada pada posisi di tengah-tengah, bukan golongan yang mampu, namun juga bukan golongan yang miskin, membuatnya tidak mendapat fasilitas dari pemerintah seperti bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) yang diberikan kepada kaum miskin.

Lebih ironis lagi harapan mereka untuk dapat naik gaji bertepuk sebelah tangan. Pemerintah DIY memastikan tak akan merevisi upah minimum provinsi (UMP) yang telah ditetapkan sebesar Rp892.660. Alasan pemerintah, kenaikan BBM tak hanya berdampak pada buruh namun juga perusahaan. Kenaikan UMP diyakini bakal makin memukul perusahaan yang sebelumnya telah terkena dampak langsung kenaikan BBM. Memang buah simalakama, memilih menaikkan UMP akan memukul perusahaan yang memperkerjakan dan akan berujung pada efisiensi atau pemutusan hubungan kerja. Memilih tidak menaikkan BBM akan membuat para buruh hidup dalam kondisi yang makin memprihatinkan.

Dengan nilai gaji UMP tetap, sedangkan kebutuhan hidup makin tinggi akan membuat nilai gaji yang mereka makin turun. Alih-alih untuk menabung, harapan mereka untuk hidup sejahtera akan makin tipis.

Menaikkan bahan bakar minyak memang pilihan paling akhir yang dilakukan oleh pemerintah karena beban subsidi yang sudah tidak sehat bagi keuangan negara. Alangkah bijaksananya apabila ada rencana pemerintah yang bisa memampukan semua komponen masyarakat, termasuk para buruh, bisa menghadapi ekses-eksesnya. Apabila kenaikan upah tidak bisa diharapkan, para buruh yang jumlahnya sekitar sepertiga jumlah penduduk Indonesia harus dijamin tidak akan jatuh miskin, atau malah kena PHK. Para pembuat kebijakan tentu bisa mencarikan solusi terbaik bagi rakyatnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya