SOLOPOS.COM - Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo. (shterate.or.id)

Solopos.com, MADIUN — Perguruan pencak silat Persaudaran Setia Hati Terate (PSHT) pada tahun ini tepat berusia 100 tahun atau satu abad. PSHT ini memiliki padepokan pusat di Kota Madiun, Jawa Timur.

Sebagai salah satu perguruan silat tertua di Indonesia, PSHT memiliki jumlah anggota yang mencapai jutaan orang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan PSHT juga memiliki beberapa cabang internasional di luar negeri.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Dikutip dari situs resmi PSHT psht.or.id dan shterate.or.id, Kamis (11/8/2022), keberadaan PSHT tidak bisa terlepas dari sosok Muhamad Masdan atau Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo. Sosok ini kemudian oleh para anggota PSHT dipanggil Mbah Suro atau Eyang Suro.

Eyang Suro ini lahir di Surabaya pada tahun 1876. Setelah menamatkan Sekolah Rakyat pada 1890, Eyang Suro kemudian diasuh oleh pamannya, Wedono di Wonokromo, Surabaya. Dia sempat mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang.

Baca Juga: Sudah 3 Hari! Kapal KLM Cinta Kembar Hilang Kontak di Perairan Sumenep

Di pondok ini, Eyang Suro mulai belajar bela diri pencak silat. Kemudian, dia pindah ke Parahiyangan, Bandung, pada 1892. Di Bandung, ia mengasah kemampuan bela dirinya dengan berbagai aliran pencak silat.

Sejak itu, Eyang Suro berpindah-pindah ke berbagai tempat, seperti di Jakarta, Lampung, Aceh, dan Padang. Dia kemudian berguru dengan tokoh silat dan mendalami berbagai aliran pencak silat di setiap tempat yang disianggahinya sebelum akhirnya kembali ke Surabaya pada 1902.

Pada 1902, Eyang Suro yang bekerja sebagai anggota polisi berpangkat mayor polisi di Kampung Tambak Gringsing, Surabaya. Setahun kemudian, ia mendiirkan perkumpulan bernama Sedulur Tunggal Kecer.

Baca Juga: Harga Porang Anjlok, Petani Madiun Desak Kementan Standardisasi Harga

Kemudian pada 1917, Eyang Suro mendirikan perguruan Persaudaraan Setia Hati (PSH) di Desa Winongo, Madiun. Kemudian nama Sedulur Tunggal Kecer diganti dengan nama persaudaraan. Eyang Suro meninggal pada 10 Novemer 1944 dan dimakamkan di Desa Winongo.

Munculnya PSHT

PSHT ini didirikan di Madiun pada tahun 1922 oleh Ki Hajar Hardjo Oetomo. Sosok ini merupakan salah satu murid dari Ki Ageng Ngabei Soerodiwirdjo. Pada masa Ki Hajar Hardjo Oetomo ini, diperkirakan PSH ditambah dengan nama Terate dan menjadi Persaudaraan Setia Hati Terate.

Berubahnya nama ini dengan harapan PSHT bisa dipelajari oleh semua golongan masyarakat. Sesuai maknanya, terdapat tiga bentuk bunga terate, yaitu kuncup, setengah mekar, dan mekar.

Sebelum PSHT ini terbentuk, Ki Hadjar Hardjo Oetomo ini mendirikan Setia Hati Pemuda Sport Club (SH PSC). Pemerintah Belanda saat itu mencurigai organisasi PSHT digunakan sebagai tempat latihan pencak silat dan melakukan pergerakan perlawanan terhadap kolonial Belanda.

Baca Juga: Calo PPPK Gentayangan, Diduga Libatkan ASN Pemkab Ponorogo

Atas keberaniannya, selanjutnya Ki Hadjar Hardjo Oetomo ini dibuang ke Jember, Cipinang, dan Padang Panjang. Ki Hadjar Hardjo Oetomo meninggal dunia pada 1952 di Desa Pilangbango, Kota Madiun.

Pada 1942, Soetomo Mangkoedjojo mengusulkan mengganti nama SH PSC sebagai perguruan menjadi Setia Hati Terate sebagai organisasi persaudaraan. Perubahan nama itu disepakati dalam kongres pertama tahun 1948 dan namanya berubah menjadi Persaudaraan Setia Hati Terate. Soetomo Mangkoedjojo merupakan salah seorang murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo.

Karena urusan pekerjaan ke Surabaya, Soetomo Mangkoedjojo digantikan M. Irsad sebagai Ketua PSHT. Dalam perjalanannya, PSHT semakin berkembang di bawah kepemimpinannya.

Baca Juga: Permintaan Tinggi, Pemkab Kediri Kembangkan Benih Nanas Pasir Kelud

Irsad yang juga murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo ini kemudian memiliki tambahan materi latihan yaitu 90 senam, sebagian jurus, jurus belati, dan jurus toya.

Lantaran alasan pindah tugas ke Bandung, kepemimpinan PSHT yang sebelumnya dijabat M. Irsad diembankan kepada Santoso Kartoatmodjo. Pada tahun 1960, terjadi pergolakan di Madiun dan jabatan ketua dikembalikan kepada RM. Soetomo Mangkoedjojo sampai 1974.

Sejak tahun itu, PSHT mulai berkembang di sejumlah daerah, seperti Surabaya, Magetan, Mojokerto, Yogyakarta, dan Solo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya