SOLOPOS.COM - Ilustrasi Rumah Deret (JIBI/Solopos/Dok.)

Para penghuni rumah deret di Kelurahan Keprabon, Solo, kewalahan membayar tagihan listrik.

Solopos.com, SOLO — Para penghuni Rumah Deret II, Jl. Suharso, Kelurahan Keprabon, Banjarsari, Solo, kewalahan membayar tagihan listrik per bulannya yang cukup tinggi karena diduga masuk kategori R3 (listrik curah untuk usaha).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pada Juni 2017 misalnya, tagihan listrik komunal yang harus dibayar para penghuni rumah deret tersebut totalnya mencapai Rp2,7 juta. Tagihan listrik untuk rumah deret tersebut ditetapkan Rp1.700/kWh.

Salah satu penghuni Rumah Deret II Keprabon, Suyatno, 52, menceritakan penghuni selama ini masih membayar tagihan listrik secara komunal. Hal tersebut karena meteran listrik dari PLN tidak dipasang di masing-masing unit kamar melainkan hanya satu untuk mengukur pengeluaran energi listrik total di rumah deret.

Menurut dia, para penghuni harus mengumpulkan uang lebih dulu sebelum disetorkan ke PLN. Suyatno menilai tagihan listrik yang dibebankan PLN kepada penghuni rumah deret sejak awal tergolong kurang wajar karena terlalu tinggi.

Dia menduga pasokan listrik penghuni Rumah Deret yang secara resmi bernama Griya 3WMP (Waras, Wasis, Wareg, Mapan, Papan) Solo tersebut ditarik dengan biaya beban R3 (listrik curah untuk usaha). Menurut dia, penghuni pernah mengajukan keberatan kepada Pemkot dan meminta agar beban listrik R3 diganti menjadi R1 (perorangan atau mandiri). Namun, permintaan itu tidak juga dikabulkan.

“Belum ada perubahan nominal tagihan listrik. Sejak awal menempati rumah deret kami terus dibebani tagihan listrik mahal. Kami kewalahan membayar tagihan tersebut,” kata Suyatno saat berbincang dengan Solopos.com di Rumah Deret II Keprabon, Jumat (8/9/2017).

Suyatno mencontohkan besarnya tagihan listrik yang harus ditanggung penghuni Rumah Deret II Keprabon pada Juni 2017 senilai Rp2,743 juta. Untuk membayar tagihan listrik tersebut, para penghuni harus patungan.

Masing-masing penghuni ditarik uang tagihan listrik dengan nilai sesuai besaran energi listrik yang dikeluarkan. Setiap pemakaian energi listrik per 1 kWH, para penghuni dikenai tagihan Rp1.700 (berlaku kelipatannya). Suyatno menyebut penghuni juga harus membayar uang tambahan Rp17.000 untuk memenuhi jumlah tagihan listrik PLN.

“Pada Juni lalu saya dihitung menggunakan energi listrik sebesar 140 kWh. Oleh karena itu saya diharuskan membayar uang tagihan listrik senilai Rp225.000. Angka tersebut diperoleh dari energi listrik 140 kWH dikalikan Rp1.700 dan ditambah Rp17.000,” jelas Suyatno.

Ketua RW 005 Keprabon, Antonius Sri Sunarto, 54, menyatakan tidak lama setelah tinggal di rumah deret tersebut pada 2015 lalu, pengurus RW telah melayangkan surat keberatan kepada DPU Solo untuk mengganti beban listrik R3 menjadi R1.

Namun, permintaan itu belum dipenuhi hingga sekarang. Dia menilai kurang pas jika penghuni rumah deret dibebani tagihan listrik tinggi. Kebanyakan warga di rumah deret termasuk warga yang layak diberi subsidi.

“Awal tinggal di sini penghuni banyak yang kaget mendapat tagihan listrik sebesar itu. Jalan dua bulan penghuni mulai mengirit-irit penggunaan energi listrik,” terang Sunarto.

Dia mengatakan total ada 18 keluarga yang tinggal di rumah deret II Keprabon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya